Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Semakin Tinggi Pendidikan Anak, Semakin Melawan Orangtua?

Klickberita.com – Sebagai seorang anak tentu patuh dan taat pada orangtuanya. Tidak perlu bertanya ketika diberi tugas, dan tidak pula membantah ketika diperintah. Itulah ciri-ciri anak yang baik budi. 

Didikan orangtua juga memengaruhi perkembangan anak. Selama pertumbuhan bagaimana mendidik anak? Jika mendidik anaknya baik, maka anak itu pun menjelma menjadi sosok yang baik di kemudian hari. Sebaliknya pula, anak yang dididik dengan ketidakwajaran ia akan menjelma sesuai didikan keluarganya. 

Bukankah kita tahu sekali pepatah ini, “Buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya”. Artinya seorang anak tabiatnya tidak jauh dari orangtuanya. Jika orangtuanya baik, maka anaknya baik. Nah, jika orangtuanya bersifat buruk, anaknya pun demikian. Sesuai tabiat dan didikan di keluarga tersebut. 

Ilustrasi Anak berpendidikan tinggi | Foto Istimewa
Apakah pepatah ini selamanya benar? Belum tentu, ada keluarga maling, anaknya tumbuh menjadi yang baik, suka membantu, menolong, dan memberi kepada yang membutuhkan. Ada pula keluarga yang taat beragama, anaknya liar, sehari-harinya berperilaku yang bertentangan dengan norma agama. Lalu kira-kira di mana “benang merahnya”?

Begini, seorang anak memang dididik oleh orangtuanya, tapi didikan tersebut hanya di lingkungan keluarga. Saat ia sekolah, bermain dengan teman-temannya, dan segala aktivitas di luar rumah juga membentuk karakternya. Di sekolah, tidak mungkin para gurunya mengajarkan keburukan, tentu selalu mengajarkan kebaikan, di samping memberikan pelajaran. Bertahun-tahun anak tadi digembleng oleh pendidikan formal, baik wali kelasnya, dan juga para staf pengajar lainnya. 

Teman-temannya bermain juga turut membentuk karakter anak. Jika teman-temannya baik, bermain sebatasnya, tepat waktu, dan tahu jam kapan bermain dan belajar, juga dicap sebagai anak-anak yang baik di lingkungannya. Maka si anak tadi pun akan tumbuh menjadi individu yang baik. Dan ketika ternyata keluarganya mendidik dengan cara yang tidak baik. Si anak ini memang lebih cenderung mengikuti perintah orangtuanya, tapi di hatinya timbul pertentangan bathin. 

Masih kecil mungkin ia tidak berani membantah, tapi ketika ia sudah mulai remaja, apalagi dewasa, hal-hal yang tidak sesuai menurutnya ia akan menolaknya dengan tegas. Di sinilah rumitnya antara hubungan anak dan orangtua. Orangtua terkadang menganggap anak tersebut anak yang melawan karena sudah tidak taat dan patuh. Padahal bisa jadi orangtuanya yang selama ini sudah keliru dalam bersikap. 

Apalagi dia bukan anak yang bodoh, ia tumbuh dengan pendidikan dan pemahaman yang baik, maka ia akan tegas untuk menyikapi kehidupannya sendiri. Meskipun mau tak mau harus bertentangan dengan orangtuanya. Apa mau dikata? Jika keyakinannya begitu kokoh tertanam kuat di dadanya. Siapa pula yang bisa menghalanginya? Ketika ia sudah mantap mengambil keputusan. 

Dalam penilaian keluarga bisa saja dia salah, tapi dalam penilaian kehidupan bisa jadi ia benar. Hubungan anak dengan orangtua memang tiada putusnya, meskipun takdir langit memisahkan. Seperti untaian doa anak yang soleh kepada orangtuanya yang sudah meninggal. Doanya akan menembus langit. Dan mampu menjadi ampunan bagi orangtuanya di kehidupan yang berbeda itu. Ini adalah bukti bahwa hubungan anak dan orangtua tiada batasnya. 

Sayangnya orangtua juga terkadang keliru dalam kehidupan ini. Mereka menganggap anak mutlak miliknya sendiri. Karena itu pula mereka berkuasa penuh mengotak-atik kehidupan anak. Jika orangtuanya baik, sesuai tindakan agama mungkin tidak masalah, tapi kalau dalam kehidupan sosial saja sudah melanggar normanya saja bagaimana? 

Seorang anak remaja yang akan beranjak dewasa, ia sudah memiliki prinsip matang dan tujuan hidup. Dia sudah punya misi dan visi. Peran orangtua sebaiknya mendampingi, dan memberikan masukan jika ada yang dianggap salah. Bukan menarik atau memaksa ke jalan orangtua. Keliru begitu! Jangan terkejut jika anak tadi pun diam-diam “melawan”. Nah, yang lebih ekstrem lagi adalah keluar dari lingkaran kelurga. Dia dengan mantap memilih jalannya sendiri dan memperjuangkannya sampai tuntas. Alhasil, orangtua dan anak pun bukan seperti keluarga.

Siapa yang patut disalahkan jika itu terjadi? Orangtua atau anak? Atau kedua-duanya salah? 

Pemahaman dan pendidikan bisa mengubah pola pikir seorang anak. Ada pula orangtua mengatakan seperti ini: “Anak disekolahkan tinggi-tinggi, kok, semakin melawan sama orangtua.”. Sepintas pernyataan tersebut memang benar, anak semakin tinggi sekolahnya harus pula semakin berbakti. Tapi… kita lihat dulu kenapa si anak menentang sikap orangtuanya. Jika orangtunya keliru, ya, wajar anak “membantah”, tidak bisa memenuhi keinginan orangtuanya. 

Orangtua lupa bahwa semakin anak dewasa yang dijejali pendidikan ia semakin paham mana yang keliru mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk. Apalagi orangtua tersebut minim pendidikannya, meskipun banyak pengalaman hidup. Karena bisa jadi keliru bersikap. 

Maka idealnya adalah orangtua bisa memanfaatkan pendidikan anak tadi membawa perubahan yang baik lagi di tengah keluarga. Jangan dicari perbedaan untuk bersikap, tiada habisnya kalau seperti itu, pasti selalu bertentangan. 

Sejatinya pendidikan itu untuk kebaikan kehidupan, yang meliputi individu, keluarga, bangsa, dan juga agama. Tidak ada yang salah dengan pendidikan, dan tak akan pernah menyesal jika orangtua memberikan pendidikan yang tinggi terhadap anaknya. 

Jika selama ini bertentangan dengan anak, mungkin di lain waktu akan saling memahami. Apalagi anak tadi dibekali ilmu agama yang baik, tentu ia akan paham bersikap kepada orangtuanya, meskipun secara nyata pemikirannya sudah berbeda. Namun bakti kepada orangtua selalu dipahami dalam kehidupan. Seorang terpelajar yang diberikan pendidikan yang baik ia tahu balas budi. Jangankan untuk keluarga, pada bangsa dan agama saja ia rela berkorban. [Asmara Dewo]

Baca juga:

Info: Klick Berita di-update setiap Sabtu pagi. Bagi yang meng-copypaste artikel kami silahkan dicantumkan sumbernya, www.klickberita.com  

Posting Komentar untuk "Semakin Tinggi Pendidikan Anak, Semakin Melawan Orangtua?"