Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahaya Anak-anak yang Memendam Perasaannya

Klickberita.com – Stres tak hanya bisa dialami oleh orang dewasa saja, namun anak-anak bisa juga mengalami stres. Gangguan stres ini ditimbulkan dari berbagai sebab, mungkin karena kejenuhan, jadwal yang begitu padat setiap minggunya, tekanan dari kewajiban, dan monotonnya cara hidup sehari-hari.

Anak-anak juga begitu. Bayangkan mulai dari hari Senin sampai hari Sabtu, berangkat sekolah mulai pukul 06:30, lalu pulang sekolah sampai di rumah pukul 14:00. Itu, kalau tidak mengikuti les tambahan, kalau ikuti les tambahan lagi bisa sore hari sampai di rumah.

Tugas-tugas dari guru tiada hentinya, wajib dikerjakan. Begitu juga kalau ada les, tugas dari guru pembimbing juga meski dikerjakan. Setiap hari melakukan aktivitas begitu, bukankah tidak menjenuh, kan? Sukurnya, anak kita tidak nakal, kalau sedikit nakal tentu dia akan sering dihukum gurunya. Maka, semakin stres lah si anak tadi dalam sehari-harinya.


Anak yang memendam perasaannya (Ilustrasi) | Foto Flickr
Sebagai orangtua, sebagai seorang kakak, setidaknya sedikit saja bisa memahami keinginan yang tidak tercurahkan dari anaknya, atau dari adiknya. Terkadang anak-anak itu takut berbicara jujur, apalagi dari keluarga yang tidak mampu, anak-anak dari golongan seperti itu lebih memendam sejuta keinginanannya di dalam hati saja. Ia tidak ingin menambah beban keluarga lagi, dari keinginannya tersebut.

Pada umumnya setiap manusia, terlebih lagi anak-anak membutuhkan yang namanya kebahagiaan, keseruan, dan kebersamaan. Baik orang kaya raya sekalipun, ataupun yang semiskin-miskinnya.

Ada keluarga yang kaya, namun orangtuanya terlalu mengutamakan bisnisnya atau pekerjaannya, sehingga mengabaikan kewajibannya sebagai orangtua. Begitu juga dari keluarga yang miskin, karena terlalu memikirkan abai pula kepada anak-anaknya. Orangtua kaya, orangtua miskin, jika sama-sama tidak penuh perhatiannya kepada anak-anaknya, tetap saja kedua-duanya buruk.


Anak tak hanya titipan Allah SWT saja, namun merupakan aset keluarga yang tak ternilai harganya. Jika sekali saja sudah rusak, tak akan pernah bisa baik seperti semula. Rusak yang dimaksud adalah cara berpikir dan psikologisnya di masa seperti itu. Ingat! Kemampuan anak-anak sangat baik merekam apa saja terjadi padanya. Terutama kejadian yang begitu menyakitkan.

Di sebuah keluarga yang dilihat di luar saja tampak harmonis, bisa jadi pada anak-anaknya mengalami stres. Apalagi yang memang dari sebuah keluarga yang berantakan, hubungan kedua orangtuanya tidak normal, sering bertengkar, sering pukul-pukulan, dan yang paling parah lagi berujung dengan perceraian. Karena ulah orangtuanya sendiri, anak tadi pun berhati keras, ia terbentuk secara alami dari lingkungan keluarganya.

Jika anak-anak tadi di masa pertumbuhannya sudah nakalnya luar biasa, apakah seratus persen ia salah terhadap perbuatannya? Harus dipahami juga, orang dewasa terbentuk dari masa remaja, kehidupan remajanya dilatarbelakangi dari masa kanak-kanaknya. Hanya segilintir orang saja bisa memahami latar belakangnya yang buruk, tapi bisa memahaminya dengan baik, sehingga kepribadiannya baik pula.


Mungkin peribahasa ini banyak benarnya: Buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya. Orangtua yang buruk melahirkan anak yang buruk. Begitu juga sebaliknya, orangtua yang baik melahirkan anak-anak yang baik pula.

Namun ada juga prinsip orangtua yang begini, meskipun si orangtua tadi tahu keburukannya, ia tidak ingin anaknya mengikuti keburukannya. Maka si anak tadi pun diberi pendidikan yang baik, mulai pendidikan formal, maupun pendidikan nonformal, dan menitipkan pula kepada guru agama yang baik, agar kelak si anak tadi ketika dewasa bisa menjadi manusia yang normal, berprilaku baik, dan sadar diri.

Jika kita ingin sedikit saja memahami perasaan anak-anak, ia tak ubahnya seperti kita, hanya saja mereka lebih cenderung memusatkan perhatiannya pada permainan. Karena masa anak-anak itu dunia yang masih fantasi, tidak ada kenyataan abadi yang ada dipikirannya. Misalnya begini, anak-anak yang dipukuli secara berlebihan oleh orangtuanya hari ini, esok sudah lupa kejadian itu. Meskipun saat dipukul itu ia meraung sejadi-jadinya, tangisannya tak henti-hentinya seharian.


Namun ucamkan ini! Bisa jadi saat remaja dan dewasa ia ingat kejadian itu. Seperti yang sudah disinggung di atas, ingatan seorang anak-anak itu cukup baik.

Orangtua harus bisa juga menjadi seorang sahabat bagi anaknya, mendengarkan apa yang ia inginkan layaknya seorang sahabat, bukan lagi sebagai orangtua. Pendekatan seperti sahabat itu membuka pintu lebar kerahasiaan dan berkesempatan menyelami perasaan yang terdalam pada anak sendiri. Jangan sampai anak-anak kita menyimpan perasaan dendam pada kita, ini seperti bom waktu di saat ia sudah merasa dewasa.

Korbannya bukan hanya orangtuanya saja, namun pada keluarga, lingkungannya, dan bisa jadi ke generasi berikutnya.[Asmara Dewo]


Info penting: Klickberita.com di-update setiap Sabtu pagi.

Posting Komentar untuk "Bahaya Anak-anak yang Memendam Perasaannya"