Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Taksi Online Main “Kucing-kucingan”

Bisnis terus berkembang, teknologi seperti internet pun kian berinovasi semakin canggih. Mereka yang berpikir secara visioner tidak akan rela tergilas oleh zaman. Di mana orang-orang yang tidak bisa memanfaatkan internet sebagai jembatan bisnis mau tak mau akan tersingkir di dunia bisnis. Dengan terpaksa perusahaan pun ditutup. Sudah cukup banyak buktinya. 

Satu di antaranya adalah pembaca surat kabar cetak beralih ke situs berita online. Pembaca lebih tertarik membaca di situs berita online daripada di media cetak. Alasannya sederhana, yaitu berita yang uptodate setiap menit. Media cetak kalah cepat dalam menyuguhkan berita. Dan masih banyak lagi kelebihan media online dibandingkan media cetak.

Akibatnya karena biaya operasional lebih tinggi dari pendapatan, mengakibatkan surat kabar itu tutup. Perusahaan tersebut beralih ke situs online. Meskipun masih ada surat kabar versi cetak tetap beroperasi. Jadi baik online maupun cetak tetap dijalankan bersama-sama dalam menyuguhkan berita. 

Ilustrasi Taksi Online | Foto Shutterstock
Belakangan ini jasa transportasi menggunakan aplikasi juga semakin menghangat. Hadirnya transportasi dengan aplikasi online seperti Go-Jek, Grab, dan Uber, membuat jasa transportasi konvensional ketar-ketir di persaingan bisnisnya. Ternyata masyarakat menyambut antusias transportasi online tersebut. 

Selain ongkosnya lebih murah, trasportasi online ini menyuguhkan jasa yang tak kalah menariknya, seperti mengantar makanan. Jadi pelanggan setianya tinggal memesan makanan melalui aplikasi tersebut. Beberapa menit, pesanan pun sudah di antarkan ke rumah. Tidak perlu harus keluar lagi yang menghabiskan waktu, dan macetnya lalu lintas kota.

Hadirnya transportasi online tersebut memang benar-benar memanjakan masyarakat. Tapi di sisi lain, jasa transportasi konvensional sudah kehilangan pasarnya. Misalnya saja ojek pangkalan dan tukang becak yang sudah sepi penumpang, atau taksi konvensional yang kehilangan langganannya karena hadirnya Go-Car CS. Masyarakat tentu lebih memilih ongkos yang murah. 

Contohnya saja naik Go-Car dari bandara Adisucipto Yogyakarta ke Jl. Godean, KM 4,5, ongkosnya hanya Rp 38.000. Dan taksi konvensional yang ditelpon dari luar bandara Rp 65.000. Sedangkan ongkos taksi di sekitar bandara mencapai Rp 130.000 s/d 150.000. Jarak tempuh sekitar 11 KM, dengan lama perjalanan 35 menit. Jadi wajar penumpang memilih ongkos yang paling murah Go-Car hanya Rp 38.000. 

Beralihnya masyarakat ke ojek atau taksi online, membuat pendapat pengemudi trasportasi konvensional turun drastis. Selain kesal atas pendapatan yang menurun, para pengemudi itu juga menganggap pemerintah tidak bijak terhadap peraturan yang ditetapkan. Akhirnya mereka berdemo menuntut kebijakan. Aksi demo tersebut pernah terjadi di Jakarta oleh pengemudi Taksi Bluebird. Mereka menuntut agar pemerintah juga bersikap tegas agar transportasi online juga berplat kuning, mematok tariff minimum, dan lain sebagainya sesuai Undang-Undang trasporatsi yang berlaku.

Bahkan pengemudi jasa angkutan transportasi online dan konvensional sering main kucing-kucingan di lapangan. Yang mana taksi online sudah buat kesepakatan dengan calon penumpangnya agar bilang dijemput keluarga ketika taksi online tersebut tiba di depan penumpang. Seperti akting. Seolah-olah dijemput mobil keluarga, padahal taksi online. Ini agar tidak memancing kerusuhan dan bentrokan yang sering terjadi. 

Nah, bentrok antar pengemudi itu pun sering terjadi. Beberapa hari yang lalu di Yogyakarta taksi online, kaca mobilnya dipecah oleh pengemudi taksi konvensional. Masalahnya pengemudi taksi konvesional tersebut merasa penumpang yang naik di taksi online berada di kawasannya. Karena kesal, taksi tersebut mengejar taksi online. Mobil itu pun kejar-kejaran di jalan kota. Hingga sampai di kantor polisi. Tapi sebelum turun, kaca mobil langsung dipecahkan, dan pengemudi taksi konvensional kabur.

Polisi pun langsung bertindak dan mengejar pelaku sampai ke markas taksi tersebut. Beberapa jam kemudian pelaku pemecahan taksi online tadi diciduk. 

Di Kota Medan lain cerita, para pengemudi becak dan pengemudi Go-Jek nyaris bentrok di depan Stasiun Kereta Api Medan (Lapangan Merdeka). Untung saja polisi sigap menananganinya, abai saja sedikit bisa jadi tawuran pun pecah. Medan berbeda tawurannya dengan kota lain. Kota paling bahaya kalau sudah tawuran. Bahkan Kapoldasu sudah pernah memberi perintah kepada anggotanya jika tawuran antar ormas terjadi lagi berlaku tembak ditempat. 

Yang dikhawatirkan adalah jika permasalah antar jasa angkutan transportasi online dan konvensional tidak ada solusinya dari pemerintah, bisa jadi bom waktu itu pun meledak. Karena sering kali kita melihat antar pengemudi tersebut bentrok. Selain membahayakan mereka sendiri, juga berdampak pada warga biasa. Tentu ini sangat mengancam.

Selain menuntuk kebijakan pemerintah, para pelaku bisnis konvensional seperti jasa transportasi juga sebaiknya mengikuti perkembangan zaman. Dan yang tak kalah penting lagi masalah harga dan pelayanan. Mau tak mau harus mengikuti kemauan dan selera penumpang, jika mengabaikannya, mau bagaimana bisa bersaing di bisnis transportasi? 

Nah, soal kekerasan juga tak akan pernah menyelesaikan masalah, apalagi bisa merebut hati penumpang. Yang ada masyarakat malah berpihak ke taksi dan ojek lain. Ujung-ujungnya apa? Jelas masyarakat akan tetap berlangganan dengan taksi dan ojek lain. [Klickberita/Asmara Dewo]

Baca juga:

Info: Klick Berita di-update setiap Sabtu pagi. Silahkan bagi yang ingin copy-paste, dan cantumkan sumbernya, www.klickberita.com

Posting Komentar untuk "Taksi Online Main “Kucing-kucingan”"