Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Problematika Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia: Tantangan dan Urgensi Penegakan Hukum yang Efektif

Frans Sembiring

Klickberita.com-Tindak pidana pencucian uang (TPPU) merupakan bentuk kejahatan yang tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan erat dengan tindak pidana asal seperti korupsi, narkotika, perdagangan orang, hingga penyelundupan. 

Esensi dari pencucian uang adalah menyamarkan asal-usul kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana agar tampak seolah-olah sah dan legal di hadapan hukum. TPPU diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang bertujuan memutus mata rantai kejahatan hulu dengan menjerat keuntungan hasil kejahatan sebagai objek yang dapat dikriminalisasi.

Pemberantasan TPPU di Indonesia memiliki nilai strategis tidak hanya dari sisi penegakan hukum, melainkan juga dalam menjaga integritas sistem keuangan dan mencegah penggunaan ekonomi nasional sebagai sarana untuk menyembunyikan aset ilegal. 

Namun, tantangan yang dihadapi aparat penegak hukum dalam menindak pelaku TPPU sangat kompleks. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuktikan adanya hubungan kausal antara harta kekayaan dan tindak pidana asal. Meskipun pembuktian terbalik telah diperkenalkan dalam UU TPPU, pelaksanaannya kerap terbentur pada prinsip-prinsip due process of law dan perlindungan hak asasi manusia. Di samping itu, aspek kelembagaan juga menjadi sorotan penting. 

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga intelijen keuangan memiliki peran sentral dalam mendeteksi transaksi mencurigakan. Namun, efektivitas kerja sama antara PPATK dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK masih perlu diperkuat, khususnya dalam hal koordinasi investigasi dan pertukaran informasi. 

Keterbatasan sumber daya manusia, kapasitas analisis, serta teknologi pendukung juga kerap menjadi hambatan dalam mengurai skema pencucian uang yang semakin canggih dan tersembunyi. Aspek hukum materiil dalam UU TPPU juga menyimpan permasalahan. Salah satunya adalah definisi dan ruang lingkup “mengetahui atau patut menduga” sebagai unsur penting dalam perumusan delik. 

Ilustrasi Pencucian Uang
Frasa ini kerap menimbulkan penafsiran yang berbeda di tingkat penyidikan dan peradilan, sehingga menyebabkan ketidakkonsistenan dalam penerapan hukum. Di sisi lain, upaya pembuktian dalam ranah pidana TPPU sering kali dibayangi oleh keterbatasan alat bukti yang hanya mengandalkan laporan keuangan dan keterangan saksi, tanpa didukung oleh audit forensik yang mendalam.

Penting pula diperhatikan bahwa sistem hukum pidana nasional belum sepenuhnya optimal dalam mengimplementasikan pendekatan non-konvensional, seperti pendekatan berbasis keuangan (follow the money). Paradigma hukum pidana yang cenderung fokus pada pelaku dan tindakannya, belum secara progresif diarahkan pada perampasan hasil kejahatan sebagai prioritas utama. 

Hal ini berbanding terbalik dengan semangat internasional yang menekankan pemiskinan pelaku kejahatan sebagai instrumen pencegahan efektif, sebagaimana tercermin dalam Konvensi PBB Melawan Korupsi dan Konvensi Wina tentang Narkotika.

Arus lintas batas uang yang masif menuntut sistem penegakan hukum di Indonesia untuk lebih adaptif. Kerja sama internasional melalui mutual legal assistance (MLA) dan extradition treaty harus diintensifkan, terutama dalam rangka melacak dan mengembalikan aset hasil kejahatan yang telah dialihkan ke luar negeri. 

Namun, keterlibatan Indonesia dalam skema kerja sama internasional tersebut masih menghadapi tantangan dalam harmonisasi regulasi, perbedaan sistem hukum, hingga resistensi dari negara-negara suaka pajak.

Oleh karena itu, perbaikan sistemik dalam penanganan TPPU menjadi suatu keniscayaan. Reformulasi norma hukum yang lebih jelas dan tidak multitafsir, peningkatan kapasitas institusi penegak hukum, serta optimalisasi kerja sama lintas sektor dan lintas negara harus menjadi fokus pembaruan hukum di masa mendatang. 

Dalam situasi di mana kejahatan ekonomi semakin terorganisir dan transnasional, negara tidak boleh bersikap pasif. Pemberantasan pencucian uang harus dimaknai sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam menjamin tegaknya keadilan, kepastian hukum, serta akuntabilitas dalam pengelolaankekayaan negara.

Dengan demikian, menghadapi TPPU bukan semata perihal menghukum pelaku, tetapi juga membenahi sistem hukum secara menyeluruh agar mampu mencegah dan menindak secara efektif. Upaya ini harus dilandasi dengan komitmen politik yang kuat, integritas lembaga penegak hukum, serta partisipasi aktif dari masyarakat sebagai pengawas publik. 

Sebab, keberhasilan memerangi pencucian uang bukan hanya ukuran keberhasilan hukum, tetapi juga ukuran keberhasilan suatu bangsa dalam menjaga martabat, kedaulatan, dan integritas nasional.

Penulis: Frans Sembiring, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara



Posting Komentar untuk "Problematika Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia: Tantangan dan Urgensi Penegakan Hukum yang Efektif"