Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sekolah Tinggi-tinggi Kok Akhirnya Jualan Juga

Di tengah masyarakat sering kita mendengar kalimat-kalimat negatif yang mematahkan semangat belajar si anak. Di benak orangtua, anak yang disekolah tinggi-tinggi harus pula bekerja sesuai harapan mereka. Misalnya anak yang menyelesaikan Sarjana Ekonomi, orangtuanya berharap agar si anak bisa bekerja di perusahaan hebat, dengan gaji puluhan juta rupiah. 

Sebenarnya tidak masalah harapan orangtua tersebut, karena kesuksesan anak adalah kebanggaan orangtuanya. Namun terkadang ada keluarga yang selisih paham, si orangtua inginnya anak bekerja di perusahaan, atau di kantor pemerintahan, tapi si anak tamat kuliah berbisnis alias berjualan. Kita tahu sekali untuk menjadi seorang pedagang, tidak sekolah tinggi pun bisa, tamat SD, bahkan sama sekali tidak sekolah pun bisa.

Ilustrasi mahasiswi berbisnis (berjualan) | Foto Shutterstock
Masyarakat awam menilai cara berbisnis orang yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah sama saja. Padahal jelas berbeda. Mereka juga berpendapat begini: “Ngapain di sekolahkan anak tinggi-tinggi, kalau ujung-ujungnya jualan juga.”. Kalimat ini sungguh mengerikan, seolah-olah pendidikan itu tidak penting. Yang harus dipahami adalah gunanya sekolah adalah selain menekuni profesi juga membuka gerbang ilmu pengetahuan. 

Sungguh, saya tidak mengecilkan hati bagi yang tidak beruntung mengenyam pendidikan tinggi, hanya saja kita juga harus berani jujur. Jujur dalam artian bahwa orang yang mengenyam pendidikan tinggi tentu banyak nilai plusnya. Mulai dari komunikasinya, pola pikirnya, cara kerjanya, cara menjalankan bisnisnya, menangangi permasalahan, dan lain sebagainya. Karena ia sudah ditempah semasa pendidikan memang seperti itu. 

Lain halnya bagi yang tidak beruntung mendapatkan pendidikan tinggi, mereka (yang ingin berkembang) harus mati-matian untuk mengembangkan potensinya dengan seadanya. Nah, jika hanya menerima nasib, mereka tentu “kalah jauh” dengan yang berpendidikan tinggi.

Brand Padusi Hijab salah satu bisnis online gagasan mahasiswi asal Padang, Rizka Wahyuni
Soal kesuksesan juga peluang anak yang berpendidikan tinggi tentu lebih besar dibandingkan anak yang tidak berpendidikan. Ingat Peluang! Bukan ketentuan nasib. Sebab nasib ditentukan masing-masing individunya lagi. 

Terkadang saya pribadi tidak habis pikir memahami sebuah keluarga yang menganggap enteng pendidikan. Parahnya lagi keluarga dengan perekonomian lebih, tapi tak mau menyekolahkan anak-anaknya, apalagi menguliahkannya. Orangtua seperti itu menganggap bahwa menyekolahkan anak hanya menghabiskan uang orangtua saja. 

Sungguh, masih banyak sekali pemikiran “primitif” ini terjadi di tengah-tengah keluarga Indonesia. Jika tidak segera diberanguskan pemikiran "primitif" ini generasi ke depannya akan semakin suram masa depannya, karena orangtuanya memang mendidik seperti itu. Apakah kita lupa bahwa warisan terbaik adalah ilmu? Bukan harta benda dan lain sebagainya? 

Nah, ilmu tersebut dicari dari mana kalau tidak dari pendidikan formal? Memangnya orangtua tersebut gudangnya ilmu yang mampu mentrasferkan ilmunya ke anak-anaknya? Jika memiliki segudang ilmu, silahkan! Tapi kalau kosong juga isi kepalanya, apa yang mau diberikan kepada anak untuk bekal hidupnya kelak? 

Bagi saya, orangtua yang tidak menginginkan anaknya berpendidikan tinggi, padahal mampu, merekalah orangtua yang benar-benar sombong. Kenapa saya bilang demikian? Tentu saja sombong, mereka menyepelekan pendidikan ilmu pengetahuan. Mereka mengabaikan wasiat-wasiat nabi, wasiat-wasiat ulama, agar umat harus dibelaki ilmu pengetahuan. Guna untuk kehidupan di dunia dan di akhirat. 

Apakah Anda tahu?! Orang-orang termiskin di Indonesia ini adalah orang-orang yang berpendidikan rendah. Mereka yang berkerja hanya mengandalkan otot saja, sementara kemajuan zaman terus berkembang. Otot digantikan oleh mesin. Nah, bagi yang mengandalkan otot saja akan tersingkir di tengah kemajuan zaman. Jadi jangan heran, kalau yang miskin makin miskin. 

Nah, ketika seorang anak tamat kuliah membanting stir menjadi seorang pedagang, kenapa harus dipermasalahkan? Bahkan dianggap aib di keluarga? Karena mungkin dianggap keluarga tersebut malu-maluin keluarga. Apa yang dimaluin coba? Ini rezeki halal, bukan terima suap, mencuri, atau terima tips-tips tidak benar. Karena beerjualan real dari keringat, darah, pikiran dan tenaga sendiri.

Apakah Anda tahu tamat kuliah bukan segampang membalikkan telapak tangan untuk mendapatkan pekerjaan? Bahkan ada sarjana yang menganggur bertahun-tahun dulu baru mendapatkan pekerjaan. Bukan rahasia umum lagi di zaman sekarang sulit untuk mendapatkan perkerjaan. Kalau pun mendapatkan pekerjaan gajinya sangat menyedihkan. 

Contoh saja perawat gigi dengan tamatan D3 dan S1, gajinya di Klinik Gigi Yogyakarta hanya Rp 750.000. Bekerja selama 6 jam sehari, dan 4 hari masuk kerja dalam seminggu. Soal gaji, bahkan ada yang lebih rendah lagi dari itu. Hanya saja peluangnya untuk mendapatkan gaji lebih besar ada, karena dia punya ijazah dan skill. Bisa jadi kalau perawat tadi bekerja di luar negeri gajinya mencapai 50 juta per bulan. 

Seperti yang sudah disampaikan di atas tadi, peluang kesuksesan anak yang bependidikan tinggi tentu jauh lebih besar dibandingkan anak yang minim pendidikan.

Banner Padusi Hijab


Semakin membuminya entrepreneurship di tengah lingkungan mahasiswa, generasi muda sekarang sudah banyak mencetak pengusaha-pengusaha muda. Mulai dari berjualan, buka UMKM, dan berbisnis lain-lain yang menghasilkan keuntungan cukup besar. Ini sebenarnya merupakan kemajuan bangsa kita, karena selama ini pendidikan kita hanya mencetak pekerja, bukan pengusaha. Jadi bersukurlah orangtua yang anaknya sudah bergelut di dunia bisnis meskipun masih kuliah, karena anak tersebut calon pengusaha sukses masa depan.

Anak-anak seperti itulah yang membawa perubahan bagi bangsa kita, di mana sarjana lainnya menenteng kertas sakti mondar-mandir cari pekerjaan. Tapi anak yang memulai berbisnis di masa kuliahnya, ketika tamat kuliah sudah membuka lapangan pekerjaan. Bukankah itu hebat? Saya bilang itu hebat sekali. [Klickberita.com/Asmara Dewo]

Baca juga:

1 komentar untuk "Sekolah Tinggi-tinggi Kok Akhirnya Jualan Juga "