Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Revolusi Timnas Belgia Harus Diperhitungkan di Piala Dunia





Pemain Timnas: Belgia Romelu Lukaku, Youri Tielemans, dan Eden Hazard  | AFP/JOHN THYS

Klickberita.com-Setelah satu dekade gagal tampil di ajang piala dunia, Timnas Belgia muncul kembali di Piala Dunia 2014 Brasil, Piala Dunia 2018 Rusia dan Piala Dunia 2022 Qatar dengan ditaburi pemain yang dijuluki "generasi emas".

Dalam laga kualifikasi Piala Dunia Qatar 2022, setan merah "julukan timnas Belgia" berhasil meraih enam kemenangan, dua hasil imbang dan tanpa kekalahan sama sekali.

Layak saja jika Eden Hazard, Romelu Lukaku dan kawan-kawan kemudian lebih diunggulkan oleh para analis sepak bola sebagai tim terkuat di Grup F diatas Canada, Morocco dan Croasia.

Walaupun kompetisi liga profesional negara itu relatif tidak dikenal, sebagian besar skuad Belgia telah memperkuat klub-klub elit Eropa, mulai Inggris, Spanyol, Italia hingga Jerman.

Kemunculan kembali Belgia sebagai kuda hitam dalam Piala Dunia Brasil, Rusia dan saat ini Qatar, tentu saja cukup mencengangkan. Karena praktis dalam sepuluh tahun terakhir, mereka gagal bersaing di ajang piala eropa dan piala dunia.

Terakhir kali Belgia tampil sebagai skuad yang cemerlang pada tahun 1980-an ketika Enzo Scifo, Franky Vercautern dan Jan Ceulemans berhasil mencapai semi final Piala Dunia 1986.

Setelah masa keemasan itu, prestasi mereka merosot. Di Piala Eropa 2000, sebagai tuan rumah, mereka gagal total, sementara di Piala Dunia 1998, Belgia kalah bersaing dengan Belanda dan Meksiko di babak penyisihan.

Perubahan Revolusioner Sepak Bola Belgia

Mantan Direktur Tim Teknis Timnas Belgia, Michael Sablon | Foto Gazeta Sporturilor

Lalu, bagaimana Belgia akhirnya mampu membangun "generasi emas" dan menjadi tim yang ditakuti?

Mantan direktur tim teknis timnas Belgia, Michel Sablon, mengatakan, dia melakukan pendekatan "revolusioner" untuk membentuk timnas Belgia yang tampil di Piala Dunia. Sablon--telah terlibat dalam persepakbolaan Belgia ketika negara itu melahirkan pemain-pemain top pada tahun 1980-an.

Dia menuliskan rencananya pada September 2006 untuk apa yang disebutnya sebagai "revolusi sepak bola Belgia".

Pertama, dia mempopulerkan formasi permainan 4-3-3 ke semua klub, sekolah sepak bola, pelatih muda di seluruh Belgia, seperti yang dia saksikan di sekolah sepak bola di Prancis, Jerman dan Belanda.

"Ini tidak mudah untuk memberitahu mereka agar menghentikan gaya permainan mereka yang sudah dipraktekkan bertahun-tahun," kata Michel Sablon, mantan direktur teknis Belgia.

Kedua, dia menekankan pentingnya pembinaan dan pengembangan pemain usia muda, dan melarang mereka terlibat dalam liga domestik. Sablon--melakukan studi dengan menonton rekaman video 1.500 laga pemain usia muda.

Ketiga, Sablon juga membuat aturan melarang pemain usia muda yang sudah memperkuat U-19 tidak boleh kembali memperkuat U-17. "Begitu mereka melangkah ke tingkatan diatasnya, maka mereka harus terus meningkatkan kemampuannya, dan tidak kembali ke awal".

Pembinaan Pemain Usia Muda

Tim Belgia selama pertandingan UEFA Nations League A Grup 4 melawan Polandia di Stade Roi Baudouin pada 8 Juni 2022 di Brussels, Belgia | Photo: Joris Verwijst

Selain meninggalkan gaya permainan lama, yang sudah dipraktikkan bertahun-tahun. Hal terpenting yang perlu dilihat dari kebangkitan sepak bola Belgia ialah pembinaan usia muda.

Pada 2009, tiga tahun setelah rencana itu dibentuk, hasil pembinaan tim usia muda Belgia mulai membaik. Menurut Sablon, para pemain usia muda terbaik hasil pembinaan itu kembali dilatih secara intensif dengan didanai pemerintah. Mereka juga diminta menyebarkan ilmunya ketika kembali ke klub asalnya.

Sistem seperti ini telah menghasilkan pemain seperti Dries Mertens, penyerang Zenit St Petersburg, Axel Witsel, serta gelandang Tottenham Hotspur, Mousa Dembele Simon Mignolet dll.

Memperkuat Klub Elit Eropa

Keberhasilan sistem pembinaan usia muda ini kemudian ditandai kehadiran pemain-pemain muda Belgia yang bermain di klub-klub elit Eropa.

Kini, daftar pemain Belgia yang merumput di liga-liga elit Eropa, makin panjang, seperti sosok penyerang Adnan Januzaj, Eden Hazard yang kini menjadi ikon Real Madrid dan lain-lain.

Bagaimanapun, diatas kertas, Timnas Belgia saat ini memiliki kemampuan untuk bersaing dengan Timnas manapun di Piala Dunia Qatar. Tapi tentu saja, kemampuan ini harus diuji.

Secara revolusioner, perubahan sepak bola Belgia, tentu akan menjadi suata negara yang harus di perhitungkan dalam Piala Dunia 2022 Qatar. Ini bisa dibuktikan secara dialektika setelah satu dekade Timnas Belgia absen dalam Piala Dunia, kemudian bangkit kembali pada Piala Dunia 2014 Brasil (perempatan final/delapan besar) dan Piala Dunia 2018 Rusia (juara tiga, setelah mengalahkan Inggris 2-0).

Meskipun banyak penggemar (fans) sepak bola di Indonesia menganggap remeh dan tidak memperhitungkan Timnas Belgia, bahkan minim orang Indonesia menjagokannya. Namun saya (pendukung Timnas Belgia), berpendapat dan tetap optimis dari berbagai pengalaman, prestasi pemain, generasi muda, serta proses sejarah dan proses pendidikan yang cukup panjang dalam persepakbolaan Belgia, bahwa Timnas Belgia akan menjuarai Piala Dunia 2022 di Qatar. Sebab, Piala Dunia Qatar merupakan pembuktian terakhir "generasi emas Belgia" untuk meraih juara.

Penulis: Sulton La Ode, fans negara yang jarang orang fans

Baca juga:

Fans Italia Tak Punya Hasrat Menonton Piala Dunia Qatar 2022



Posting Komentar untuk "Revolusi Timnas Belgia Harus Diperhitungkan di Piala Dunia "