Menulis dan Bisnis Bagaikan Anak Kandung Bagi Saya
Klickberita.com –
Menulis dan berbisnis adalah hal yang tak terpisahkan bagi saya. Melalui
tulisan itulah jembatan keuntungan bisnis yang didapatkan. Tidak menulis sama
artinya tidak menyodok rezeki, lebih sederhananya lagi menyia-nyiakan uang di
sekitar. Maka mau tak mau harus menulis, apapun kondisinya.
Hanya saja penulis
seperti saya mungkin tidak seperti kebanyakan penulis konten situs lainnya. Mereka
masih bisa dipaksa menuliskan topik tertentu sesuai kebutuhan, sedangkan saya
tidak bisa. Apa yang saya rasakan maka topik tulisan tidak jauh dari hal-hal
itu. Misalnya saja lagi semangat promosi bisnis, maka artikel sehari-hari saya
juga tentang bisnis, entah itu strategi pemasaran, kiat-kiat jitu bisnis dan
lain sebagainya.
![]() |
Ilustrasi menulis | Foto Istockfoto |
Begitu juga kalau sedang
mellow, tulisan saya pun rada-rada cengeng. Pembaca jadi ikutan sedih. Nah,
kacaunya lagi kalau sedang emosi, maka tulisan yang lahir pun berapi-api,
pembaca ikutan terbakar. Heboh pembaca ikut-ikutan marah karena tulisan saya.
Pertanyaannya kenapa bisa begitu? Inilah yang disebut tulisan dari hati yang
sampai ke hati pembaca. Tidak ditulis secara asal-asalan, melainkan dengan
perasaan.
Tipe penulis seperti
ini sebenarnya ada baiknya ada juga buruknya. Kebaikannya adalah kejujuran yang
ditulis berdasarkan dari kenyataan yang dialami si penulis, dan itu tentu saja
sangat bermanfaat bagi pembaca. Sedangkan keburukannya adalah tidak profesional
dalam menulis, mengait-ngaitkan perasaannya meskipun topiknya terkadang jauh
berbeda.
Sebenarnya sejak awal menulis sudah berbakat menulis dari hati. Bahkan guru saya sempat memuji, “Dewo
bagus menulis, bisa menulis pengalaman pribadi menjadi inspirasi bagi yang
membacanya” kira-kira begitulah pujian dari beliau. Ada hal yang menyenangkan
kenapa selalu menarik menulis tentang kehidupan sendiri, yaitu bisa lebih
leluasa dan paham betul topik yang diangkat sebab berdasarkan dari pengalaman
sendiri.
Karena tipe menulis ini
pula saya juga pernah dituduh macam-macam, ketika itu lagi musim kasus
penistaan agama. Nah, karena saya menulis berdasarkan emosi maka tak henti-hentinya
menulis tentang penistaan agama. sampai-sampai saya dituduh rasis, anti
kebhinekaan, sok-sok pengamat politik, dan lain sebagainya. Tapi ini yang
paling menyakitkan, sempat teman saya bilang kalau tidak ada kasus penistaan
agama tidak ada kerjaan kami sebagai penulis, karena tidak ada yang bisa
ditulis. Wah, ini benar-benar sudah kelewatan dan kurang ajar, setelah beberapa
hari kemudian akun Facebooknya saya blokir.
Bagi saya sendiri
menulis itu bukan utamanya uang, memang saya bisa mendapatkan uang dari menulis,
tapi bukan itu tujuan utamanya. Bahkan saya tidak sadar bahwa nama semakin
dikenal, bisnis pun semakin lancar, jualan jadi laris manis. Tapi jelas ini
bonus karena saya menulis, bukan unsur kesengajaan. Lagi pula andai ada yang
menggaji mahal saya menulis untuk membahas topik tertentu, khususnya politik
sudah pasti saya tolak.
Karena saya adalah tuan
dalam kehidupan sendiri, tidak membudaki orang lain, dan tidak mau membudaki
orang lain. Pun jika saya menerima uang untuk menuliskan yang bertentangan dengan
prinsip sama saja dengan melacurkan diri. Tentu itu hal yang ditolak dalam idealisme
hidup saya. Sebab itulah meskipun teman sendiri yang mengatakan seperti itu
maka saya tak perduli, sekali saja menganggap hina seorang penulis maka
wassalam. Sungguh tidak ada ruginya bagi saya.
Padahal menulis dengan
emosi itu buruk, saya lebih memilih menulis dengan unsur yang semangat, dan
stabil, daripada dalam kondisi kemarahan. Selain buruk terhadap orang lain,
khususnya pembaca, tentu bagi saya sendiri juga tidak baik. Nah, contoh-contoh
tulisan saya tentang kebahagiaan, seperti tulisan travelling. Saya bahagia,
tulisan yang lahir pun penuh kebahagiaan, pembaca turut pula dalam kebahagiaan yang
saya rasakan. Kan kalau begitu sangat bagus.
Hanya saja penulis itu
kan manusia, yang berubah-ubah perasaannya. Karena saya menulis bedasarkan
perasaan maka tergantung pada kondisi saat itu. Keadaan politik yang tidak
terlalu memanas juga memengaruhi pola pikir saya. Sekarang tampaknya tidak
begitu kacau, saya pun sudah jarang membaca berita terkini, terlebih lagi saya
benar-benar sibuk mengembangkan bisnis.
Efek dari bisnis itu
sendiri membuat saya terkadang buntu menulis. Bukan karena tidak ada ide, tapi
pikiran tidak fokus. Menulis itu butuh fokus, pikiran tidak boleh terganggu
dengan hal yang berat-berat. Sedangkan dunia bisnis itu menguras otak, tenaga,
uang, dan waktu, maka jelas sekali dunia tulisan saya terusik secara tak
langsung. Padahal bisnis lancar dari tulisan, setelah bisnis mulai berkembang
malah mengganggu konsentrasi menulis. Andai bisa memilih maka saya memilih
menulis daripada berbisnis, tapi sayangnya saya harus merangkul kedua-duannya,
karena mereka seperti ‘anak kandung’ yang harus dirawat sebaik-baiknya.
Mau cari jilbab cantik, murah, dan berkualitas? Jadi reseler jilbab pun tersedia sebagai mitra bisnis. Cek di sini: Travela on Shoope
Wah ... benar sekali mas. Kadang menulis juga melibatkan perasaan di dalamnya. Menginspirsi saya sekali mas, jadi semangat nih nulis.
BalasHapusSemangat menulis! :)
Hapus