Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mencari Solusi Kesejahteraan Bagi Warga Kecil di Yogyakarta

Rapor merah di awal tahun 2017 bagi DI Yogyakarta soal kesenjangan sosial. Yogyakarta adalah kota dengan kesenjangan sosial tertinggi di seluruh provinsi Indonesia.

Gini rationya sebesar 0,425 persen. Tercatat dari laporan BPS (Badan Pusat Statistik), Yogyakarta selalu berada di urutan tertinggi sejak tahun 2013-2016.  Artinya Yogyakarta belum bisa mengentaskan kesenjangan sosial di wilayahnya.

Yang dikhawatirkan adalah warga  berputus asa atas harapannya sebagai warga negara Indoenesia yang adil dan makmur. Mengingat Yogyakarta setiap tahunnya melahirkan manusia-manusia cerdas dari universitas terbaik di kota pendidikan ini.

Ilustrasi anak-anak miskin di Yogyakarta | Foto Intisari online
Lalu apa solusinya? Berikut 6 solusi mengentaskan kesenjangan sosial di Yogyakarta:

1. Memberikan bea siswa bagi keluarga miskin
Pendidikan selain membentuk mindset, membuka wawasan, dan mengasah keterampilan pada bidang tertentu, juga memengaruhi penghasilan. Jarang ditemukan seorang sarjana masuk kategori warga miskin. Sebab ia punya wawasan, kecerdasan, dan skill yang bisa digunakan untuk meraih rezekinya.
Untuk itu pula pemerintah daerah dan pusat mempunyai program bea siswa dari SD sampai perguruan tinggi bagi keluarga miskin. Agar keluarga miskin juga turut merasakan bahwa kotanya benar-benar Kota Pendidikan.

2. Warga sadar enterpreunership
Warga harus bisa mengambil peran sebagai enterpreunership. Sebab Yogyakarta selain kota pendidikan, juga sebagai kota wisata. Dari segala penjuru Indonesia, bahkan dunia merumuni Yogyakarta. Karena itu pula warga kecil mengambil peluang tersebut. Entah membuka kuliner, jasa, menjual produk, intinya adalah membuka usaha.

Mengenai modal, ini bisa dilakukan dengan cara mengumpukan modal secara bersama-sama, dengan kesepakatan pembagian hasil. Yang penting warga kecil harus punya usaha, meskipun milik bersama. Tidak masalah. Lambat laun jika usaha itu berkembang, bisa mendirikan usaha lagi secara mandiri.

3. Beralih profesi dari buruh tani
Buruh tani adalah gaji yang terkecil di Yogyakarta. Kabarnya pula, gaji tukang batu lebih besar dibandingkan gaji buruh tani. Ini disebabkan karena hasil panen yang tidak memuaskan. Hal itu berdampak pada gajih para buruhnya. Pemilik lahan dengan berat hati terpaksa menggajinya dengan harga yang sangat kecil.

Apakah mungkin beralih profesi? Kenapa tidak mungkin, jika itu lebih baik. Mengingat selama ini menjadi buruh tani tidak mampu membawa perubahan pada perekonomian keluarga kecil.

4. Semarakkan kembali pasar tradisional
Pasar tradisional harus menjadi primadona bagi warga. Bukan memprimadonakan mall, supermarket, atau minimarket. Yang kita ketahui, pemain besar ini pemiliknya bukan warga kecil Yogyakarta. Lain halnya jika berbelanja di pasar, kita membeli barang-barang itu langsung kepada warga kecil. Nah, nanti uang yang kita belanjakan itu putaran uangnya akan kembali lagi ke warga kecil.

Sungguh berbeda jika berbelanja di mall, supermarket, minimarket, putaran uang hanya pada mereka. Intinya, pastikan uang warga Yogyakarta harus berputar terus di sekitar warga sendiri. Bukan ke pengusaha besar.

5. Membangun perhotelan di kota kabupaten
Selama ini kita melihat hotel kelas Internasional hanya berdiri di kota saja. Nah, di daerah-daerah seperti Wonosari, Kulonprogo, tidak ditemukan. Alhasil, wisatawan yang berkunjung (misalnya ke wisata di Gunungkidul), sorenya kembali lagi ke kota. Padahal bisa jadi wisatawan tersebut akan mengunjungi wisata lainnya. Mengingat ada ratusan wisata di Gunungkidul, mulai dari pantainya, gua, air terjun, danau, pegunungan, dan lain sebagainya.

Untuk itulah, pihak pemerintah  mencari investor yang ingin mendirikan hotel kelas internasional di daerah. Di sinilah kesempatan warga mengambil peran untuk mencari keuntungan di sekitar kota Wonosari atau Kulonprogo dari wisatawan.

6. Memanfaatkan hasil kekayaan laut
Warga miskin di Yogyakarta itu berada di Gunungkidul. Padahal daerah paling selatan Yogyakarta tersebut berbatasan langsung dengan laut. Selama ini kekayaan laut belum dimanfaatkan secara maksimal. Warga selama ini hanya memanfaatkan laut sebagai tempat menangkap ikan. Padahal kalau lebih jeli lagi lebih dari itu.

Satu contoh saja adalah rumput laut. Rumput laut ini jika dimanfaatkan dengan baik bisa diekspor ke luar negeri. Atau dijual ke pabrik dalam negeri.[Klickberita.com/Asmara Dewo

Baca juga:
Kenapa Harus Berbelanja di Warung Sebelah? 

Lihat juga seminar menulis Tereliye:

Posting Komentar untuk "Mencari Solusi Kesejahteraan Bagi Warga Kecil di Yogyakarta"