Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Jika Beribadah Bukan Karena Lillahi Ta'ala?

Klickberita.com – Sejatinya dalam beribadah itu semata-mata diniatkan karena Allah, Lillahi Ta'ala, seperti sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan amalan ibadah lainnya. Jika niat hati seseorang itu karena manusia semata, hanya itulah yang ia dapatkan. Sebagai contoh, kita sholat di Masjid agar dipandang alim di mata masyarakat. Apa yang didapatkan dari hasil niat seperti itu? Ya, pandangan orang disekitarnya tentu alim. Sedangkan Allah SWT, belum tentu. Karena niatnya bukan Lillahi Ta'ala.

Ilustrasi sholat | Foto shutterstock
Hanya saja yang perlu ditekankan adalah sholat di Masjid itu tentu lebih baik dibandingkan di rumah. Selain nilai ibadahnya lebih bagus, juga bisa menjalin silaturahmi antar jamaah. Nah, kasus seperti tadi jika ia sholat di Masjid hanya urusan manusia semata, bisa jadi di kemudian hari ia sholat sudah ikhlas Lillahi Ta'ala. Sebab kebiasaan baik dilakukan berulang-ulang akan melupakan niat ‘’kurang baik’ awalnya.

Yang tak kalah penting lagi adalah selalu berkumpul dengan orang-orang baik, akan ketularan baik. Jika selama itu dia tidak baik, lambat laun ia akan terikut arus kebaikan. Nah, di Masjid itu kan tempat berkumpulnya orang-orang beriman, orang-orang sholeh, bisa jadi dia menjadi satu di antara orang sholeh di Masjid.

Tentu kita masih ingat ketika masih kecil, saat orangtua menyuruh kita sholat  apa ancamannya, kurang lebih seperti ini, kan? “Sholat, Dek, nanti berdosa, masuk neraka!”. Anak kecil tentulah tidak bisa membayangkan bagaimana neraka, yang ia tahu paling neraka itu menyeramkan, tempat siksaan manusia yang bebal. Lantas dia sholat, pertanyaannya adalah dia sholat karena apa? Bukan karena Lillahi Ta'ala, tapi karena takut neraka. Takut dosa.

Ada juga sebagian orangtua yang menyuruh anaknya berpuasa di bulan ramadhan, kalau si anak bisa berpuasa penuh, maka uang jajan lebaran ditambah, begitu juga dengan baju lebarannya. Istilahnya setiap dia penuh puasa dalam sehari ada bonusnya. Maka si anak tadi pun rajinnn sekali berpuasa, lapar dan haus ditahannya, bahkan sampai oyong tak sanggup berjalan. Namun tetap semangat puasanya tak tergoda oleh apapun. Akhirnya puasanya pun penuh hari demi hari. Dan sesuai janji orangtuanya, si anak dapat bonus uang jajan dan baju lebaran yang lebih.

Kesimpulannya adalah si anak berpuasa karena uang dan baju lebaran. Kita tahulah masih anak-anak dia tidak terlalu paham istilah wajib, haram, sunah, dan lain sebagainya. Namun karena diperintah orangtuanya maka dijalankannya. Kebiasaan berpuasa ini pun terbawa sampai ia kelak dewasa, sehingga ia sudah terbiasa dengan berpuasa. Entah itu berpuasa di bulan ramadhan, atau juga berpuasa di hari Senin dan Kamis.
Jika dia masih anak-anak berpuasa karena bonus yang ‘wow’ dari orangtuanya, tentu saja berbeda alasannya dia berpuasa ketika sudah dewasa. Sudah dewasa ia berpuasa karena Allah SWT semata. Ia sudah paham bahwa hukumnya wajib berpuasa di bulan ramadhan, jika tidak berpuasa maka berdosa besar.

Yang menarik adalah kenapa bisa begitu? Simple, karena dia sudah berakal, dan bisa berpikir, ia tahu mana yang buruk dan baik, mana yang wajib dan mana yang haram. Jadi semakin dewasa seseorang itu beribadah dalam Islam bukan lagi dari pengaruh orangtuanya, tapi dari diri sendiri, sembari terus belajar lebih baik lagi keIslamannya.

Itu juga pentingnya menanamkan budaya rajin beribadah terhadap anak-anak, agar terbiasa sampai besar. Tidak terkejut dan terkaget-kaget lagi ketika disuruh puasa. Bahkan seseorang dengan pemahaman baik tidak perlu disuruh-suruh kalau berhubungan dengan ibadah, ia sadar bahwa itu merupakan kewajiban yang harus dilakukannya. Ya, paling diingatkan, sebab manusia juga tidak luput dari kekhilafan dan dosa.

Di bulan ramadhan ini sebenarnya waktu yang sangat tepat untuk membiasakan diri dalam hal beribadah. Jika yang lalu-lalu ogah ke Masjid, mulai membiasakan diri ikut berjamaah di Masjid. Yang biasanya malas membaca Al-Qur’an mulai terbiasa membaca firman Allah tersebut. Semua ibadah yang baik-baik ini bisa dimulai dari sekarang. Ya, meskipun tinggal beberapa hari lagi bulan Ramadhan, tapi paling tidak masih ada kesempatan.

Lalu yang menjadi dasar artikel ini bolehkah beribadah bukan karena Allah SWT? Untuk menjawab ini pemahaman saya masih minim, hanya saja menurut saya kembali lagi kepada siapa yang ditujukan. Jika seseorang itu sudah paham soal dasar ibadah, tapi niat ibadahnya bukan karena Lillahi Taala, tentu tidak boleh lagi. Jika untuk orang ‘awam’, nah, ini mungkin masih bisa dimaafkan. [Asmara Dewo]

Posting Komentar untuk "Bagaimana Jika Beribadah Bukan Karena Lillahi Ta'ala?"