Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SBY dan Prabowo, Selamatkan Bangsa Ini!

Klickberita.comDi Pilkada DKI Jakarta 2017 inilah kesempatan kita untuk menyelamatkan Indonesia. Memang tampak hanya pemilihan gubernur, namun dampaknya bisa nasional. Ini dibuktikan dari jejak Joko Widodo, yang bermula dari Walikota Solo, berlanjut ke Gubernur DKI Jakarta, sampai akhirnya Presiden RI. Dan tugas semasa gubernur tidak dituntaskannya. Ia ingkar janji, karena ketika kampanye ia berjanji akan menuntaskan masa jabatan selama 5 tahun. 

Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono | Foto Istimewa
Di tangan kepemimpinan Jokowi, negara amburadul. Hutang semakin bertambah. Kesenjangan sosial pun kian parah. Hukum lemah, hanya tajam ke lawan politiknya. Dan sebaliknya, melindungi kawan-kawannya, contohnya saja Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sudah berapa kali Ahok dibela hukum negeri ini, padahal Ahok jelas bersalah. Terlihat jelas ketika Ahok menista Al-Quran dan ulama lewat pidatonya di Kepulauan Seribu. 

Sampai jutaan umat Muslim berdemo dalam aksi damai di Jakarta, barulah Ahok diproses. Sampai status terdakwa, Ahok kian melenggang bebas di luar. Padahal Ahok sudah sepatutnya dikerangkeng jeruji besi. Dan parahnya lagi ia kembali aktif menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dan keputusan yang dikeluarkan Mendagri Tjahjo Kumolo melanggar konstitusi.  

Jokowi selaku pemimpin Indonesia juga kerap buang badan ketika persoalan ditujukan padanya. Contohnya, kenaikan pajak kendaraan Januari lalu. Ia malah kembali bertanya, “Yang naikkan siapa?”. Semua pada membuang badan, Polri dan Menteri Keuangan juga bertanya, “Yang naikkan siapa?” 

Baiklah kalau tidak ada yang mengaku, berarti ‘hantu’ yang menaikkannya? Karena memang makhluk haluslah yang tidak nampak. 

Petugas partai PDI-P (merujuk ucapan Megawati) itu juga lebih mengutamakan pekerja asing dibandingkan warganya sendiri. Padahal pengangguran semakin bertambah di masa kepemimpinan Jokowi. Pabrik-pabrik pada gulung tikar karena perekonomian Indonesia tidak stabil. PHK besar-besaran pun terjadi di mana jutaan pekerja asing mengais rekezi di tanah bangsa kita sendiri. 

Bisa dinilai Jokowi selalu tak mau ambil pusing ketika ada kemelut di negeri ini. Padahal dia sebagai presiden itu untuk siapa? Untuk rakyat atau untuk para cukong? 

Nah, isu komunis yang semakin menakuti bangsa ini pun tampak semakin nyata. Penulis 
sendiri bukan tidak mempelajari sejarahnya, mulai dari berdirinya, sampai pembubaran dan pembantaiannya. Dan penulis sepakat Partai Komunis Indonesia adalah partai yang sangat berbahaya bagi bangsa ini. 

Walaupun demikian, penulis tidak setuju atas pembantaian pada masa itu, dan juga penangkapan membabibuta terhadap pendukung dan partisan PKI. Dan tidak diadilinya di pengadilan Ketua PKI DN Aidit. Malah ditembak mati ditempat. Hal ini penulis sungguh tidak setuju cara mengadili seperti itu. 

Namun ditekankan pula, PKI itu sendiri sangat bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan. Di zaman keemasan PKI, tahun 1960-an, orang-orang PKI selalu ‘menghantam’ lawan politiknya, terutama dari Partai Masyumi. Partai Masyumi itu merupakan kumpulan para ulama, misalnya saja Mohammad Natsir dan Buya Hamka. 

Dan sejarah itu tampaknya ingin diulang lagi, di mana ulama-ulama sekarang dikerdilkan. Pergerakannya sudah dibatasi. Bahkan fatwa ulama diributi. Dan pihak pemerintah melalui Menkopolhukam dan Polri secara tak langsung memaksa, jika ingin mengeluarkan fatwa mereka harus ikut memutuskan.

Kalau kita mau adil menegakkan nilai-nilai Pancasila, maka jelas sekali bunyi butir Pancasila pertama, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun tampaknya sekarang Pancasila itu hanya dijadikan topeng untuk kepentingan kekuasaan. Coba ingat kembali peristiwa aksi damai 411, 212, 112, tuntutan tersebut hanya menginginkan si penista agama, Ahok diadili, dipenjarakan. Bukan yang lain-lain! Seolah-olah pemerintah membentuk opini kepada rakyat aksi itu merupakan makar. Makar dari mana? Makar dari Hongkong!

Maka dibuat pula aksi bela NKRI sebagai tandingan. Lucu sekali, rakyat versus rakyat ditanding demi kepentingan penguasa. Padahal aksi Islam itu juga untuk NKRI, bukan semata-mata hanya untuk umat Islam saja. Kalau hanya demi Islam, sudah ada kepala yang terpenggal dari tubuhnya. Itu kalau mau mengikuti kemauan umat Islam. Tapi, kan, aksi Islam tidak begitu. Mereka dengan damai hanya untuk menuntut keadilan.

Kalau umat Muslim di Indonesia tidak boleh lagi membela agamanya, mari kita sama-sama gugurkan Pancasila di Indonesia ini! Karena apa? Ya, jelas untuk apa Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi Indonesia tidak berfungsi bagi umat Islam. Muslim Indonesia mengakui Tuhan sebagai Yang Maha Esa. Itu artinya agamanya tidak boleh diganggu oleh orang lain. Siapapun dia. Lain halnya jika bangsa ini tidak mengakui agama lagi, ya, silahkan dihina, dijelek-jelekkan, atau bila perlu dibumihanguskan sekalian. 

Dan Joko Widodo sebagai presiden bisa apa? Jawabannya tidak bisa berbuat apa-apa. Penulis mau tanya, benar tidak, sih, Jokowi itu Presiden Indonesia? 

Nah, ketika ulama mengajarkan Islam secara baik dan benar di negeri kita, sebagai panutan umat, ada sosok yang ingin menyesatkan bangsa ini. Secara tak langsung melalui pidatonya menghinakan agama, karena dia menantang, “Memangnya sudah pernah mati?” Itu pernyataan yang benar-benar tidak bijak dan penuh kesesatan. 

Ulama dianggap sebagai peramal masa depan. Padahal Islam menyakini sepenuh-penuhnya di rukun Iman yang ke-5, mempercayai hari akhir. Hanya Atheislah yang tidak percaya hari kiamat. Komunis juga tampaknya begitu. Karena sebab itu pula, Komunis sejak dulu memerangi ulama, karena tidak sejalan dengan ideologinya. Dan ulama pula yang menjadi penghalang utama perpolitikannya. 

Coba bayangkan, misalnya saja tokoh besar negara ini mengatakan seperti itu, secara tak langsung mendoktrin untuk tidak mempercayai hari akhir di depan anggotanya? Bisa-bisa anggotanya pun jadi ikut-ikutan. Genap sudah kesesatan satu kelompok. Bahaya tidak itu kira-kira? Golongan seperti ini mau dibela? Oh, tidak, bung! Bahaya Indonesia. Memangnya bangsa kita mau dijadikan merah? 

Awalnya penulis sendiri tidak terlalu mempercayai isu komunis di negeri ini, tapi lama kelamaan, memang sungguh terasa gelombang merah itu di negeri kita. Mulai menyakininya ketika ulama tak dianggap di negeri ini, dan agama Islam semakin dikerdilkan. Pejuang-pejuang Islam ditangkapi. Dan sosok-sosok nasionalis sejati juga dikurungkan atau dilemahkan.

Sebaliknya pula, sosok-sosok yang mengancam umat Islam dilakukan pembiaran, dikawal, dan diperlihara. Bendera dan logo-logo PKI secara terang-terangan mulai membanjiri di setiap daerah. Pelakunya aman-aman saja. Malah, bendera yang bertuliskan kalimat tauhid, “Laa Ilaha Illallah, Muhammad Rosulullah”, ditangkap, dan hendak dipidanakan. 

Pemerintah Indonesia saat ini malah takut melihat bendera tauhid daripada logo dan bendera PKI. Padahal jelas sekali, PKI yang dilarang di Indonesia ini. Bukan kalimat tauhid! Sudah terbalik-balik sekarang, bung! Mungkin itu pula kenapa Soeharto sampai membumihanguskan PKI, karena memang sangat berbahaya partai merah yang satu itu! 

Lalu sekarang bagaimana? Satu-satunya cara adalah pemimpin nasionalis sejati dan relijius yang harus memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Sebab ibu kota memang harus dikuasai jika ingin menguasai secara keseluruhan Indonesia. Nah, Pilpres 2019 sebentar lagi. Kursi utama yang wajib dimenangkan saat ini adalah kursi Gubernur DKI Jakarta. 

Harapan warga yang masih sehat, normal, cinta NKRI sejati, dan mengedapankan agama, tentu hanya ada pada Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Karena kita ketahui sebelumnya, Agus Yudhoyono dan Sylviana Murni sudah tersingkir di putaran pertama. Untuk itu partai pengusung Agus-Sylvi (PAN, PPP, PKB, dan Demokrat) sudah seharusnya bersatu dengan Partai Gerindra dan PKS. Semua pasukan, pendukung, simpatisan, dan relawan harus bersama-sama mengantarkan Anies-Sandi ke kursi Gubernur DKI Jakarta. 

Dan oleh karena itu pula, tokoh bangsa seperti Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto bersatu padu untuk  1 suara memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2017. Inilah jalan satu-satunya, jika ingin menyelamatkan bangsa dari bahaya laten PKI. Dan juga dari bobroknya pemerintahan Joko Widodo. Jika dibiarkan, maka kami, sebagai rakyat Indonesia yang masih waras harus berharap kepada siapa lagi? 

Kami sudah mengadu ke Presiden Joko Widodo, dia selalu bilang. “Kok tanya ke saya? Terus saya tanya siapa?”. Tidak hanya itu, yang sangat menyakitkan lagi adalah, “Bukan urusan saya!” Itulah jawaban dari sang presiden. Maka kami yang peduli akan bangsa dan negara hanya bisa berharap kepada SBY dan Prabowo agar bisa membawa perubahan Indonesia. 

Pernah suatu ketika Jusuf Kalla berujar, “Jika Jokowi jadi presiden, hancur nagara ini”. Dan ternyata ucapan sang wakil presiden itu benar. Meskipun ia juga bagian dari orang-orang Istana. Sudah saatnya tundukkan ego masing-masing, kini bersatu untuk menyelamatkan bangsa yang semakin darurat ini. Jangan sampai pendukung Agus-Sylvi malah lari ke kubu sebelah, karena tidak ada kebijakan dari SBY. [Asmara Dewo]

Info: Klick Berita di-update setiap Sabtu pagi

Baca juga:
Prajurit Putih 
Bukan Bangsa Kotak-kotak 
Jangan Sampai Seruan Itu Berkumandang!

Posting Komentar untuk "SBY dan Prabowo, Selamatkan Bangsa Ini!"