Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengkritik, Ikut Demo, dan Berorasi Di Indonesia Dianggap Makar

Era pemerintahan Jokowi bisa dibilang paling banyak menangkap para aktivis dan orang-orang yang kerap mengkritiknya. Setelah orde baru, di zaman Soeharto berakhir. Hal ini semakin jelas ketika aksi bela Islam setelah mencuatnya gara-gara Ahok diduga menistakan surat Al-Maidah ayat 51.

Ilustrasi ikut aksi unjuk rasa dianggap makar | Foto via Okezone
Berikut nama-nama yang ditangkap oleh pihak Polri dalam tuduhan makar:

1. Rachmawati Soekarno Putri
2. Ratna Sarumpaet
3. Ahmad Dhani
4. Sri Bintang Pamungkas
5. Kivlan Zein
6. Adityawarman Thaha
7. Firza Husein
8. Rizal Kobar
9. Jamran
10. Eko

Mereka terdiri dari para aktivis, musisi, dan purnawirawan. Selain itu tuduhan terhadap aktivis tersebut memanfaatkan demontrasi aksi bela Islam. Dari 10 aktivis itu, 8 orang dituduh melanggar Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP, juncto Pasal 87 KUHP, pasal mengenai makar. Sedangkan Jamran dan Rizal dituduh melanggar Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 

Jika diperhatikan serius geliat mereka selama ini adalah tidak ada tanda-tanda akan berbuat makar terhadap negara. Dan memang sepertinya pemerintahan Jokowi terlalu naïf, menuduh mereka berbuat makar. 

Apakah salah jika mengkritik pemerintahan baik lisan maupun tulisan?
Apakah salah jika beberapa warga yang tidak suka terhadap presiden?
Apakah salah jika memberikan opini, baik itu hukum, politik, dan lain semacamnya?
Apa salah berbiacara di hadapan orang banyak untuk mengingatkan warga lainnya agar lebih bijak menyikapi pemerintah?

Di Indonesia ternyata salah, tidak boleh demikian. Hal-hal semacam itu dituduh bibit-bibit pemakar yang mengancam kedaulatan negara. Pemrintah senang jika warga Indonesia itu hanya manut saja, diam saja, dan apapun yang dilakukan pemerintah hanya boleh mengelus dada. Lain dari itu, tidak boleh! Termasuk agama dihina, pemerintah juga maunya tidak ada yang komentar, apalagi ikut berdemo di Jakarta.

Inilah pemerintah Indonesia. Nyeleneh bin aneh.

Baca juga: 
Beginilah Kemenangan Demokrasi 
Panggilan dari Langit
Kasus Ahok, Drama Telenovela, dan Kain Kafan

Dan yang sangat memprihatinkan lagi masih diduga sudah ditangkap, layaknya seperti teroris. Yang jelas-jelas sudah menistakan agama, dan itu fatwa dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) gentar sekali memanggilnya, boro-boro mau diciduk. Memanggilnya saja Polri gemetar. Akrena aksi bela Islam jilid II lah si terduga penista agama Islam baru diproses dan ditetapkan sebagai tersangka. Itu pun tidak ditahan. 

Aneh tidak, tuh? Tersangka tapi masih bebas keluyuran. Alasan Polri macam. Begitu juga dari kejaksaan macam-macam alasannya. Intinya sama, bagaimana si Ahok tidak ditahan, dan dimasukkan ke sel. Umat Islam mungkin masih bisa terima. Namun siapa yang bisa jamin umat Muslim jika Ahok lepas dari kasus yang menjeratnya? Mengingat rakyat Indonesia mayoritas muslim. Aksi bela Islam jilid I, Jilid II, Jilid III, merupakan buktoi agar Ahok diproses seadil-adilnya dengan merujuk fatwa MUI.

Sebenarnya para aktivis yang 10 tadi, hanya menginginkan agar Ahok diadili seadil-adilnya. Begitu juga para pengunjuk rasa Jilid I, Jilid II, dan Jilid III. Jika pemerintah Indonesia sendiri bisa adil, khususnya Jokowi selaku Presiden RI bijak dalam menangani masalah yang sangat serius ini, tidak mungkin adanya unjuk rasa. Tapi lihatlah Jokowi tidak punya wibawa menyelesaikan permasalahan yang terjadi di negara ini. 

Jokowi seperti lepas tangan. Dan secara tak langsung membela Ahok. Malah menyerang para aktivis dengan tuduhan makar. Rakyat Indonesia tahu sekali Jokowi dan Ahok, bagai kakak dan adik. Tidak mungkinkan kakak tega jika si adik menderita? Meskipun si adik salah. Inilah permasalahan utamanya, rakyat geram terhadap Jokowi. Tapi ya itu tadi, kegeraman ini dianggap makar.

Oh… makar.

Sebagai penulis bebas merdeka, terkadang saya juga gentar terlalu fulgar menulis seperti ini, mengingat pasal-pasal aneh bin nyeleneh bisa saja menuduh saya yang bukan-bukan. Namun kepedulian saya terhadap pemerintah yang bobrok ini mau tak mau saya juga harus bersuara melalui tulisan. Khususnya mengenai dilema negara menyikapi kasus Ahok. [Klickberita.com]


Info: Klick Berita di-upadet setiap Sabtu pagi

Mau cari jilbab cantik dan super murah? Cari di sini dengan harga terjangkau! Padusi Hijab

Lihat juga video populer di asmarainjogja:



Video terbaru: 






4 komentar untuk "Mengkritik, Ikut Demo, dan Berorasi Di Indonesia Dianggap Makar"

  1. Asal menulis/memberi saran senantiasa menggunakan bahasa yang menyejukkan serta tidak didasari kebencian Insya Allah hasilnya juga baik

    BalasHapus
  2. Artikel yg menyesatkan pembaca ini ... Demo menyampaikan pendapat bukannya menggulingkan pemerintahan yang sah..

    BalasHapus