Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Reklamasi, Pengusaha Untung, Warga Kecil jadi Buntung

Oleh: Asmara Dewo

Proyek reklamasi di teluk utara Jakarta menimbulkan keresahan, khususnya para nelayan di pinggiran pantai. Reklamasi yang terus berlanjut setelah ketuk palu dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Ia dengan mendadak tanpa perundingan dan keterbukaan kepada publik menetapkan bahwa reklamasi yang sebelumnya dihentikan, kini statusnya berlanjut pembangunan.

Kebijakan Luhut yang sungguh tak bijak tersebut menuai penolakan dari berbagai kalangan yang peduli akan nasib warga Jakarta, dan umumnya untuk bangsa ini dalam jangka panjang. Banjir yang merupakan salah satu utama di Ibu Kota Jakarta, tak membuat kapok para pembuat kebijakan berlanjutnya proyek reklamasi tersebut.

Berbagai bencana alam yang terjadi akibat tangan-tangan dan perut rakus segelintir manusia yang merusak alam tak menyadarkan si Luhut Binsar. Tidakkah jadi pelajaran lumpur lapindo yang terjadi di Jawa Timur akibat salah satu nafsu manusia untuk menguras sumber daya alam? Hingga akhirnya sampai saat ini lumpur lapindo merupakan saksi bisu sebuah fenomena alam sepanjang sejarah di Indonesia. Tragis, memilukan. Selalu yang jadi korban adalah warga.


Pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta | Foto Antara 

Kini kong kalikong si investor dengan pemerintah terus bergulir, dengan berbagai cara reklamasi harus berlanjut. Kita juga harus tahu, pengusaha tidak akan pernah mau rugi, modalnya sudah tertanam, jika betul-betul dihentikan sudah pasti pengusaha tersebut akan mengalami kerugian yang besar, sulit sekali jika kita menghitungnya.

Namun yang pasti adalah pengusaha tak mau rugi, barang secuil pun. Begitulah watak dasar seorang pengusaha yang rakus. Karena rasa kekhawatiran inilah para pengusaha getol sekali membujuk agar pemerintah memberikan izin secepatnya proyek reklamasi. Salah satunya dengan menyuap untuk mendaptkan izin.

Dilansir dari Kompas, ada 9 perusahaan yang terlibat pembangunan reklamasi di Pantai Utara Jakarta:

1. PT Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda
2. PT Pelindo II
3. PT Manggala Krida Yudha
4. PT Pembangunan Jaya Ancol
5. PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu)
6. PT Jaladri Eka Pasti
7. PT Taman Harapan Indah
8. PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro)
9. PT Jakarta Propertindo.

Di antara 9 perusahaan tersebut hanya ada dua perusahaan yang mendapat izin pelaksanaa, yang lainnya hanya mendapat izin prinsip. Kedua pengembang tersebut adalah Kapuk Naga Indah dan Muara Wisesa Samudera.

Sudah kita ketahui sebelumnya, untuk medapatkan izin reklamasi saja Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja kini mendekam di jeruji besi karena suap kepada anggota DPRD Jakarta. Ia juga sebagai direktur utama PT Jaladri Kartika Paksi (Pulau I) dan menjadi Kuasa PT Jakarta Propertindo (Pulau F). Namun sangat disesalkan ia hanya divonis 3 tahun penjara.

Begitu juga dengan Bos Besar alias Pendiri Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan, kini ia harus berurusan dengan KPK karena terlibat penyuapan dalam kasus reklamasi. Sama halnya dengan mantan ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, sekarang ia menunggu vonis atas dosanya menerima suap dari Arisman Didjaja. Penyelidikan atas kasus suap ini terus berlanjut dan berkembang, selanjutnya akan lebih banyak lagi menggeret nama-nama baik dari perwakilan pemerintah atau anggota dewan, maupun dari pengusaha.

Lihatlah, di balik reklamasi ini saja begitu banyak dosa suap menyuap di antara pengembang dan pemberi izin. Lalu mau bagaiman jika reklamasi ini mau dipertahankan? Ini yang sudah terlihat lho, yang belum terlihat bagaimana lagi?

Selain Luhut Binsar yang bernafsu sekali melanjutkan reklamasi, sosok lainnya adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Entah apa yang ada dipikiran sang gubernur tersebut, semangat sekali membela agar reklamasi terus berjalan. Ahok saat ini juga harus bolak-balik menjadi saksi persidangan terkait kasus suap tersebut.

Dikutip dari Republika, di antara begitu banyaknya dampak buruk reklamasi, pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia Tarsoen Waryono menuturkan:

1. Membuat air laut menjadi naik,  sehingga akan membuat banjir rob, jadi akan membunuh pepohonan yang tidak bisa beradaptasi dengan air asin.
2. Sumur-sumur warga yang berada di sekitar pantai yang rasanya payau akan berubah menjadi asin.
3. Tumbuh dan berkembangnya bakteri E-coli. Bakteri tersebut akan berkembang jika air tawar di Jakarta akan berkurang. Jika diminum menyebabkan sakit perut, disentri, diare, dan berbagai penyakit lainnya.
4. Masyarakat yang tinggal di sekitar pulau reklamasi tidak akan nyaman. Karena air asin akan mengendap, terkena panas, dan terjadi proses kontaminasi secara kimia.
5. Rusaknya hutan mangrove (hutan bakau). Karena pasang-surut air laut menyebabkan habitat dan kualitas tanah berubah sehingga jenis tanaman tertenti tidak dapat tumbuh, termasuk mangrove.
6. Rumah untuk kepiting, kerang, dan jenis hewan lainnya di laut akan hilang.

Namun berbagai macam alasan apapun dampak buruk yang timbul mereka yang ngotot sekali melanjutkan reklamasi, lalu akan membuat 1.000 alasan untuk menangkal dampak buruk reklamasi tersebut. Dan 1.000 cara juga akan memprovokasi publik agar mendukung berlanjutnya reklamasi.

Sekarang kembali pada diri kita, mau membela penolakan reklamasi atau hanya diam saja? Sebab jelas sekali, sebagai warga kecil atau rakyat kecil sama sekali tak memberi manfaat pulau reklamasi tersebut, percayalah?! Adanya reklamasi hanya membuat pengusaha untung, namun warga kecil jadi buntung. [Klickberita.com]


Info penting: Klickberita.com di-upadet setiap Sabtu Pagi

Posting Komentar untuk "Reklamasi, Pengusaha Untung, Warga Kecil jadi Buntung"