Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arah Kebijakan Hukum Pidana Indonesia dalam KUHP Baru

Nama : Mhd. Rayhandi Rahim

NIM : 247005027 | Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

Pendahuluan

Pembaharuan hukum pidana nasional merupakan salah satu agenda fundamental dalam pembangunan hukum di Indonesia. Selama lebih dari satu abad, Indonesia masih menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) warisan kolonial Belanda yang secara filosofis, sosiologis, dan yuridis tidak sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai bangsa Indonesia. 

KUHP lama disusun berdasarkan kepentingan kolonial dengan orientasi represif dan menitikberatkan pada perlindungan kekuasaan negara, sehingga dinilai kurang relevan dengan perkembangan masyarakat, demokrasi, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menandai tonggak penting dalam sejarah hukum Indonesia. KUHP baru tidak hanya dimaksudkan sebagai pengganti hukum pidana kolonial, tetapi juga sebagai instrumen pembaharuan hukum pidana yang berorientasi pada nilai Pancasila, kedaulatan hukum nasional, serta keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat, korban, dan pelaku tindak pidana.

Pembaharuan KUHP mencerminkan arah kebijakan hukum pidana Indonesia yang berupaya menggeser paradigma pemidanaan dari pendekatan yang bersifat retributif dan represif menuju pendekatan yang lebih humanis, korektif, dan restoratif. 

Oleh karena itu, penting untuk mengkaji arah kebijakan hukum pidana yang terkandung dalam KUHP baru guna memahami tujuan, prinsip, serta implikasinya terhadap sistem hukum pidana nasional. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis arah kebijakan hukum pidana Indonesia dalam KUHP baru sebagai bagian dari politik hukum nasional. 

Pembahasan

Kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana pada hakikatnya merupakan pilihan rasional negara dalam menentukan perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana serta jenis sanksi yang dapat dijatuhkan untuk mencapai tujuan tertentu, terutama perlindungan masyarakat dan kesejahteraan sosial. 

Dalam konteks ini, hukum pidana tidak dipandang sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai sarana (instrumental) untuk mengendalikan kejahatan dan menjaga ketertiban sosial. Oleh karena itu, penggunaan hukum pidana harus dilakukan secara selektif dan proporsional, dengan menjadikannya sebagai ultimum remedium.

Arah kebijakan hukum pidana dalam KUHP baru secara filosofis berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Nilai ketuhanan tercermin dalam pengakuan terhadap moralitas dan etika sosial, nilai kemanusiaan diwujudkan melalui perlindungan hak asasi manusia dan perlakuan yang manusiawi terhadap pelaku tindak pidana, sementara nilai keadilan sosial tampak dalam upaya menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. 

Dengan demikian, KUHP baru diharapkan mampu mencerminkan jati diri bangsa Indonesia dan menjawab tuntutan keadilan substantif.

Salah satu arah kebijakan hukum pidana yang menonjol dalam KUHP baru adalah pengakuan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), termasuk hukum adat. Pengakuan ini menunjukkan bahwa pembaharuan hukum pidana tidak semata-mata bersifat normatif-positivistik, tetapi juga responsif terhadap realitas sosial dan pluralitas hukum di Indonesia. 

Pengakuan tersebut tetap dibatasi oleh prinsip Pancasila dan hak asasi manusia, sehingga tidak membuka ruang bagi praktik-praktik diskriminatif atau bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

Selain itu, KUHP baru mencerminkan arah kebijakan kriminalisasi dan dekriminalisasi yang lebih selektif. Negara tidak lagi secara berlebihan menggunakan hukum pidana untuk mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah overkriminalisasi yang dapat berimplikasi pada pelanggaran hak asasi manusia serta membebani sistem peradilan pidana. 

Dalam hal ini, KUHP baru memberikan ruang yang lebih luas bagi penyelesaian non-penal, khususnya terhadap tindak pidana ringan atau yang memiliki dimensi sosial tertentu.

Arah kebijakan hukum pidana dalam KUHP baru juga tercermin secara nyata dalam pembaharuan sistem pemidanaan. KUHP baru tidak lagi menempatkan pidana penjara sebagai sanksi utama, melainkan memperkenalkan berbagai alternatif pemidanaan seperti pidana kerja sosial, pidana pengawasan, dan pidana denda yang lebih proporsional. 

Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pidana penjara yang selama ini menimbulkan berbagai permasalahan, seperti kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan dan rendahnya efektivitas rehabilitasi pelaku.

Penguatan prinsip keadilan restoratif menjadi bagian penting dari arah kebijakan hukum pidana KUHP baru. Keadilan restoratif menekankan pemulihan kerugian korban, tanggung jawab pelaku, serta pemulihan hubungan sosial yang terganggu akibat tindak pidana. 

Pendekatan ini mencerminkan perubahan paradigma hukum pidana yang tidak lagi berorientasi semata-mata pada pembalasan, melainkan pada penyelesaian konflik dan pemulihan keseimbangan sosial.

Meskipun demikian, implementasi arah kebijakan hukum pidana dalam KUHP baru menghadapi berbagai tantangan. Kesiapan aparat penegak hukum, konsistensi kebijakan, serta pemahaman masyarakat terhadap norma-norma baru menjadi faktor penentu keberhasilan penerapan KUHP baru. Tanpa dukungan sumber daya manusia yang memadai dan sosialisasi yang efektif, tujuan pembaharuan hukum pidana berpotensi tidak tercapai secara optimal.

Penutup

Arah kebijakan hukum pidana Indonesia dalam KUHP baru menunjukkan komitmen negara untuk membangun sistem hukum pidana nasional yang berdaulat, humanis, dan berkeadilan. Pembaharuan ini tidak hanya bertujuan untuk menggantikan hukum pidana kolonial, tetapi juga untuk menghadirkan paradigma baru yang menempatkan hukum pidana sebagai sarana perlindungan masyarakat dan pemulihan sosial.

KUHP baru mencerminkan kebijakan hukum pidana yang berorientasi pada nilai Pancasila, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat, korban, dan pelaku tindak pidana. Keberhasilan pembaharuan ini sangat bergantung pada implementasi yang konsisten, kesiapan aparat penegak hukum, serta partisipasi aktif masyarakat. 

Dengan demikian, KUHP baru diharapkan mampu menjadi fondasi kuat bagi sistem hukum pidana nasional yang modern dan responsif terhadap perkembangan zaman.

Posting Komentar untuk "Arah Kebijakan Hukum Pidana Indonesia dalam KUHP Baru"