Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mendistribusikan Perlawanan Warga di PLTU Cilacap

Dampak dari buruknya sistem di PLTU Cilacap, Pemerintahan Kabupaten Cilacap, dan Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah, membuat gerah warga Winong. Mereka yang tergabung di FMWPL (Forum Masyarakat Winong Peduli Lingkungan) terpaksa membuat perlawanan. Debu batubara sebagai bahan pembangkit PLTU menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar, seperti gagal panennya padi yang diharapkan petani di Dusus Winong, Desa Slarang, Kecamatan Cilacap, Kabupaten Cilacap, Jateng. Tak hanya merusak pertanian, limbah batubara itu juga mencemari laut yang membuat kesulitan nelayan untuk mengais rezekinya.

Penggunaan batubara pada PLTU itu juga berdampak pada kesehatan, sebagaimana yang pernah diterangkan Lauri Myllyvirta, aktivis Greenpeace Internasional (Mongabai.co.id, 2014), “Penggunaan batubara menyebabkan 60 Ribu orang Indonesia meninggal tiap tahun. Ini karena polusi batubara menyebabkan kangker paru, strok, penyakit pernapasan dan persoalan terkait pencemaran udara.”

Demonstrasi dari warga Winong | Doc. LBH
Siswa Sekolah Dasar yang berada tepat di belakang PLTU itu juga menjadi korban dari semerawutnya hukum di negeri ini, mulai dari bisingnya steam blower, sampai polusi udara yang tercemar. Padahal mereka punya hak untuk belajar dengan nyaman, sebagaimana Pasal 60 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi: “Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.”

Maka secara tidak langsung, PLTU Cilacap sudah merampas hak belajar anak-anak SD di sana. Dan pemerintah turut serta sebagai perampas hak belajar generasi emas tersebut. Karena melakukan pembiaran dan memelihara perusahaan yang merusak kehidupan anak dan sumber kehidupan.

Dan sikap mereka itu bertolak belakang dengan Pasal 52 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 yang menjelaskan:
(1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara.
(2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

Limbah batubara juga mendistrubusikan merkuri yang sangat bahaya bagi tubuh. Merkuri itu masuk melalui ke dalam tubuh manusia melalui sayuran atau hewan yang sudah mengandung merkuri.

“Merkuri bisa mengendap dan berakumulasi di dalam tanaman, terutama yang berbahaya adalah nasi. Dari hal tersebut bisa merembet kepada manusia yang makan nasi. Merkuri bisa menyebabkan penurunan IQ, gangguan syaraf, dan meningkatkan kemungkinan cacat lahir pada manusia.” kata Lauri Myllyvirta (Kompas, 2018).

Karena lepas kontrolnya pengawasan limbah itu bisa merusak kesehatan setiap warga di sana, mulai dari bayi dalam kandungan sampai mbah-mbah. Lagi-lagi negara kita yang berlandaskan hukum ini sudah mengamanahkannya pada Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mendapatkan pelayanan kesehatan.”

Yang membuat kemarahan warga lagi adalah ketika mendengar dari Dinas Lingkungan Hidup, bahwa pelebaran ash yard yang dilakukan sekarang belum mendapatkan izin (LBH Yogyakarta, 2019). Ash yard adalah tempat penyimpanan sementara limbah B3 batu bara.

PT. Sumber Segara Primadaya (S2P) PLTU Cilacap tersebut membuktikkan dirinya selaku kapitalis sejati yang mengeksploitasi sumber daya alam yang mengorbankan kehidupan manusia. Sebagaimana watak kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan, akumulasi modal, dan ekspansi. Anehnya, baik perusahaan ataupun pemerintah menggaungkan bahwasanya PLTU merupakan solusi terbaik sebagai sumber energi.

Tentu saja penggiringan opini yang demikian itu hanya topeng semata. Banyak pilihan sumber daya energi, misalnya saja dari tenaga surya, tapi tidak dimanfaatkan. Karena keuntungan dari bisnis batu bara sangatlah luar biasa yang bisa dibagi-bagikan kepada para pemain di balik BUMN ini.

Oleh sebab itu masyarakat terdampak, mahasiswa, dan siapa saja yang sadar akan bahaya dampak PLTU Cilacap ini harus memperkuat barisan perjuangan untuk menuntut haknya. Budaya yang selama ini “tunduk dan patuh” tidak baik untuk dipelihara, sementara pengusaha dan pemerintah sedang menari-nari di atas penderitaan masyarakat.

Segala informasi dampak buruk PLTU Cilacap ini meski pula terus disebarluaskan melalui berbagai media dan teknologi. Mengingat kasus-kasus limbah PLTU tidak hanya di Cilacap saja, tapi juga di setiap titik-titik pembangunan PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia. Tugas dalam penyadaran masyarakat harus terus bergulir, sehingga masyarakat yang mulai sadar akan meleburkan diri dalam gerakan struktural dan menjadi kultural perlawanan.

Telah dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang isinya: “Kemerdekaaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Karena sudah dijamin oleh undang-undang, sebaiknya itu menjadi ruh semangat perjuangan masyarakat untuk melindungi haknya dari segala perampasan oleh korporasi dan birokrasi. Tentu saja jika tidak diperjuangkan, tidak akan ada yang namanya pemberian hak. Ingat saja sejarah bangsa kita, Indonesia merdeka karena ada desakan dari sekelompok rakyat pada masa itu. Jika tidak, Jepang tak akan mau memberikan wilayah yang telah direbutnya dari Belanda.

Sama halnya dengan perjuangan-perjuangan kelas rakyat, penguasa tidak akan mau memberikan hak-hak rakyatnya. Kita tahu sekali watak birokrat bermental penjilat, kaum hamba kapitalis ini akan terus menjaga aset dan modal investor untuk menjaga hubungan dengan para pemain di belakang PLTU. Dan hanya ada satu ide untuk menjegalnya, bersatunya masyarakat, dan rebut kemerdekaan yang sesugguhnya.

Advokasi yang dilakukan selain untuk menjaga hak-hak masyarakat, juga memberikan pendampingan pengorganisasian, merawat hak politiknya, dan menjaga perekonomian masyarakat yang menjadi korban sistem kapitalis ala PLTU Cilacap ini. [Asmara Dewo/Klickberita.com]

Baca juga:
NYIA, Investasi yang Mengubur Petani
Hidupilah Petani, Jangan Hidup Memanfaatkan Petani

Posting Komentar untuk "Mendistribusikan Perlawanan Warga di PLTU Cilacap"