Bintang Inspirasi, Komunitas Menulis Universitas Widya Mataram
Klickberita.com
– Harus diakui terlebih dahulu, lahirnya komunitas menulis ini bermula ketika
saya gagal memasuki lingkaran Badan Ekskutifnya Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum
Widya Mataram. Salah satu program kerja yang saya tawarkan saat itu adalah melahirkan
penulis dari kalangan mahasiswa.
Namun, karena kesempatan
itu tidak berpihak pada kami, akhirnya kalah dalam demokrasi pemilihan
pencalonan Ketua Bem. Calon kami sendiri adalah Erlina, mahasiswa semester IV.
Dari Kiri ke Kanan, Almo, Oky, Faisal, Fadzar (belakang), Defry, Mai (depan), dan Dian saat traveling di Taman Sari Yogyakarta | Doc. Bintang Inspirasi |
Secara pribadi, saya tergelitik
jika dianggap tidak membuat perubahan yang lebih baik lagi terhadap kampus, meskipun
pada posisi menelan kekalahan. Kawan-kawan yang menggenggam medali kemenangan
juga mencoba membujuk saya untuk bergabung. Hanya saja saya tidak tertarik.
Oleh sebab itu saya
mencoba berkomunikasi dengan Erlina, dan kawan-kawan yang lain, agar misi untuk
melahirkan penulis-penulis hebat tetap berjalan. Ya, meskipun tidak dari BEM
Fakultas Hukum. Percaya, dan sungguh amat percaya, untuk melahirkan seorang
penulis bisa dari mana saja. Sebab penulis tidak lahir dari kursi empuk, tidak
dari kalangan mahasiswa berduit, tidak pula harus didukung dari universitas itu
sendiri.
Satu penulis bisa
melahirkan ribuan penulis, kapan saja dan di mana saja. Ini yang harus dipahami
dan digigit kuat-kuat oleh calon penulis hebat di manapun berada.
Bintang
Inspirasi Muncul Menerangi Universitas Widya Mataram
Senin, 12 Maret 2018,
di lingkaran kecil Pendopo Agung Universitas Widya Mataram terbentuklah
komunitas menulis yang kami beri nama Bintang Inspirasi (BI). Teman-teman di
Bintang Inspirasi itu adalah Almo, Faisal,
Oky, Defry, Bayu, Ilham, Fadzar, Dian, Mai, dan yang lainnya (teman yang tidak
konsisten).
Nama Bintang Inspirasi
saya ambil ketika mengingat seorang teman menulis dulu yang membuka jalan
bagaimana agar menjadi seorang penulis. Kata Liana, “Bang, kalau mau jadi
penulis, carilah bintang inspirasi Abang”. Pesan itu disampaikannya karena ia
juga terinspirasi dari Dewi Lestari (Dee), di film Perahu Kertas. Alhamdulillah,
teman-teman di forum sepakat dan senang atas nama tersebut.
Sama halnya dengan
harapan Liana, saya juga berharap teman-teman di BI bisa mencari bintang
inspirasinya. Sebab ini adalah modal dia untuk memulai perubahan. Sebuah perubahan
bagi dirinya sendiri, perubahan yang membawa hobi kreatif di lingkungan kampus,
dan pastinya mengangkat nama universitas baik di kancah nasional, maupun di
internasional. Ya, semua itu dengan menulis.
Jika impian kami ini
terkabul atas ridho Allah SWT, tidak menutup kemungkinan komunitas menulis ini
menjadi magnet tersendiri bagi calon-calon mahasiswa baru. Ya, usaha,
perjuangan, dukungan, serta doa pastinya bertautan untuk menjaring harapan itu.
Metode
Belajar Menulis Bintang Inspirasi
Belajar menulis itu
mudah! Ini yang harus dingat bagi siapa saja yang mau belajar. Setiap mentor
tentunya punya metodenya sendiri bagaimana ia melahirkan penulis. Berdasarkan dari
pengalaman, cara mudah belajar menulis itu adalah melihat objek sebagai bahan
tulisan. Objek tulisan yang saya maksud adalah apapun yang bisa dilihat,
didengar, dicium, diraba, dan dirasakan.
Karena beberapa tahun
yang lalu saya belajar menulis sambil traveling, maka metode belajar menulis di
BI adalah menulis dan traveling. Traveling itu tidak hanya sebagai perangsang
ide menulis, tapi juga mendekatkan kawan-kawan agar lebih memahami lagi
persoalan-persoalan masyarakat. Menemukan kenalan baru saat traveling, mendapatkan
pengalaman baru, bisa menggali informasi di setiap jengkap petualangannya, agar
lebih solid lagi antar teman, dan juga sebagai terapi pada saat jenuh belajar.
Jika pada hari Kamis
agenda kami traveling, maka pada hari Senin berikutnya teman-teman sudah
melaporkan karyanya di forum kecil kami. Pada saat itulah kami saling belajar
dan mengajar. Memberikan kritik dan saran bagi si penulis untuk berkarya lebih
baik lagi ke depannya.
Tidak ada tokoh sentral
di komunitas kami, setiap anggota punya hak dan berkuasa penuh di ruang
diskusi. Budaya seperti ini tampaknya memang harus ditularkan. Kami yakin
belajar yang baik itu adalah menghidupkan ruang yang menyenangkan, tidak ada
tekanan, merdeka 100 persen, dan tak kalah penting ialah menghapuskan mental
sok berkuasa, sok paling cerdas, dan segala macam bentuk kesombongan.
Setiap minggunya di
forum diskusi, ada tips menulis yang meski dipahami dan dipraktikkan bagi
setiap anggota. Minggu pertama, sebagai ilmu dasar menulis ala traveling, teman-teman
dibekali rumus 5 W + 1 H. Minggu kedua teknik kepenulisan, sedangkan minggu
ketiga, kawan-kawan meski progresif menulis dengan kreatifitas dan informatif.
Cukup senang bagi saya
pribadi, teman-teman BI mulai berkembang. Mereka sudah melahirkan karya, dan
kesalahan minggu lalu sudah dibayar dengan minimnya kesalahan pada karya yang
baru. Mereka yang berkomitmen belajar menulis itu mulai tampak keseriusannya. Saya
meneropong, calon-calon penulis hebat sudah muncul dari langit kampus berbudaya
tersebut.
Bintang
Inspirasi Akan Selamanya Menjadi Komunitas
Bintang Inspirasi
memang cukup menggoda bagi si ‘hidung belang’. Sungguh tidak akan terayu jika
ada pihak-pihak yang ingin mengkristalkannya menjadi sebuah organisasi di
kampus. Mengingat cukup banyak organisasi di kampus yang gila berpolitik, dan
bermental sok kuasa. Cukup berbahaya jika sebuah forum dikendalikan oleh
mahasiswa bermental seperti itu. Sebab dasar saya mendirikan ini adalah murni
sebagai wadah belajar menulis, bukan yang lain.
Bisa dibayangkan jika
forum menulis ini dikuasai oleh satu organisasi, maka anggota organisasi lain
tidak akan mau bergabung. Begitu juga mahasiswa yang alergi organisasi,
tentunya tidak sudi mencium aroma gelagat mahasiswa berpikir licik.
Jauh hari sudah saya
pikirkan matang-matang, biarlah ini tempat berkumpul dari beragam mahasiswa.
Yang kemudian ketika kawan-kawan tadi sudah mahir menulis bisa mentransferkan
lagi ilmu kepenulisannya ke kelompoknya. Atau juga melahirkan forum-forum
menulis di daerahnya, mungkin juga menjadi guru menulis di pendidikan non-formal.
Teman-teman BI juga
tahu saya seorang anggota organisasi. Saya juga jelaskan bahwa meskipun saya
menjadi anggota di salah satu organisasi di kampus, tapi ketika saya di forum
saya lepaskan jubah kebesaran organisasi. Saya menjadi anggota BI, sama halnya
dengan kawan-kawan yang lain. Ini merupakan bentuk profesionalitas dalam
mengemban tugas moral kemanusiaan di dunia menulis.
Selain misi melahirkan
penulis di komunitas BI, sebenarnya ini juga merupakan pertaruhan harga diri. Alasannya
adalah sebuah kegagalan karena sebagai mahasiswa kritis yang tahunya hanya
banyak menuntut, tapi ketika ada kesempatan membawa perubahan tidak bisa
berbuat banyak.
Sudah pasti, saya orang
yang paling bahagia, ketika teman-teman tumbuh berkembang dengan karya-karya
hebatnya, bermacam karya pembawa perubahan yang lebih baik lagi. Tentu saja,
sebab seperti yang sudah disampaikan di awal tadi, ini merupakan bentuk kerja
nyata saya di kampus, walaupun saya tidak di BEM Fakultas Hukum.
Tahun depan, mungkin di
akhir 2019, atau di awal tahun 2020, insya Allah saya tamat dari kampus
tercinta ini. Artinya teman-teman BI sekarang inilah yang melanjutkan roda komunitas
menulis ini sesuai harapan dan keputusan di awal mendirikan BI. Karena itu
pula, pesan saya kepada teman-teman agar serius belajar menulis, sambut
mahasiswa baru dengan karya hebat teman-teman, dan jadilah bintang inspirasi
bagi mereka.
Target
Hasil Karya Bintang Inspirasi
Saya sudah sampaikan ke
teman-teman BI, 6 bulan ke depan, sebaiknya sudah melahirkan buku antologi.
Buku ini nantinya ditulis oleh setiap anggota BI yang produktif. Bukan maksud
diskriminasi, tapi bagaimana karyanya mau dimasukkan ke dalam buku itu, jika
tidak ada perkembangan dalam belajar.
Bagi teman-teman yang
baru menceburkan diri di lautan literasi tentunya masih ragu-ragu jika menulis
buku. Suatu kewajaran sebenarnya. Tapi percayalah, jika teman-teman serius
belajar menulis, itu bukan mustahil jika hanya mencetak sebuah karya pada buku.
Oleh sebab itu pula,
setidaknya penguasaan teknik kepenulisan yang sudah dan belum dipelajari sebisa
mungkin dikuasai bersama-sama. Agar tidak ada yang terlalu menonjol, atau
sebaliknya, tertinggal jauh ke belakang.
Saat kawan-kawan memang
sudah mair membuat narasi, dan bisa memetik ide menulis tanpa harus traveling
dulu, maka tugas selanjutnya adalah
menulis artikel. Kenapa harus menulis artikel? Sebab ini merupakan teknik
menulis pada buku, jika teman-teman bisa menulis artikel jenis apa saja, maka
sudah dipastikan teman-teman akan mudah sekali menulis di buku. Lagi pula
proyek pertama adalah menulis buku antologi, yang ditulis beramai-ramai.
Untuk tema yang digarap
nanti, itu dilemparkan ke forum, mungkin mau menulis tentang pendidikan,
tentang isu sosial, politik atau hukum. Terserah
teman-teman BI saja apa yang mau ditulis dahulu.
Nah, karena itulah
praktik menulis memang harus diterapkan. Jangan jadi penulis yang pemalas,
tunggu dipecut dulu baru menulis. Harus inisiatif sendiri! Maaf, bukan
membandingkan, dulu waktu saya belajar menulis, setiap hari saya menghasilkan
karya. Serius. Bahkan bisa sampai 3 artikel per hari. Tema tulisan bebas, tergantung mood saat itu.
Selain mempraktikkan
ilmu menulis yang baru didapat, saya juga membaca buku setiap waktu. Kapan dan
di mana saja saya membaca buku, bahkan saya galau jika tidak ada buku ketika
saya bepergian atau sedang tidak mengerjakan sesuatu.
Membaca dan menulis itu
satu paket, tidak bisa hanya membaca saja agar menjadi penulis. Tidak baik pula
jika menulis tanpa diimbangi dengan bacaan-bacaan berkualitas.
Silahkan
Belajar Menulis di Bintang Inspirasi
Kami tidak menutup
pintu belajar di komunitas BI. Siapa saja boleh belajar menulis bersama kami. Atau
bagi yang sudah khatam di dunia kepenulisan pun tidak masalah, jadi kami yang
bisa belajar lagi.
Hanya saja kami mampu
mengendus niat-niat mahasiswa licik yang suka jahil. Berpura-pura ingin belajar
tapi punya misi yang aneh-aneh. Pengalaman mengajarkan kami untuk waspada
terhadap mahasiswa bermental demikian.
Mahasiswa penulis tidak
sama dengan mahasiswa politis. Mahasiswa penulis itu idealis, hari ini menulis
A, sampai langit runtuh, dan bumi digulung tetap menulis A. Tidak pernah menulis
hari ini A esok lusa Z. Sungguh berbeda dengan mahasiswa politis, yang beberapa
hari saja sudah menjadi bunglon.
Menulis direkam oleh
sejarah, biasanya penulis yang sudah matang tidak mau menuliskan sejarahnya
pada kertas yang kotor. Ia ingin menulis di kertas putih nan bersih dengan
tinta emas yang penuh dengan segala kehormatan. Sungguh ini tidak berlebihan,
sewaktu-waktu akan bisa dipahami dengan sendirinya.
Terakhir, jika
kebersihan hati ingin belajar, tentunya pintu BI terbuka sendiri. Selamat datang
di komunitas belajar dan mengajar menulis. Salam literasi! [Asmara Dewo]
Mantap
BalasHapus