Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara HTI, Masyumi, dan PKI (Serikat yang Dibubarkan)

Andai bumi Indonesia terbalik, carut-marut, kebodohan merajalela, perbudakan semena-mena, yang kaya semakin kaya, yang miskin setia dengan kemiskinan, maka orang-orang waras dan yang perduli sekarang ini tidak terkejut masa depan Indonesia.


Sebenarnya siapa yang benar-benar perduli dengan nasib bangsa ini? Kita tidak  tahu betul siapa saja di antara mereka, tapi yang jelas ketika ia berkorban untuk kepentingan rakyat, meskipun tidak mendapatkan keuntungan apa-apa, ia tetap melakukannya. Catat! Ia melakukannya tanpa pamrih. Ikhlas karena Lillahi Taala.

HTI, Masyumi, dan PKI | Sumber foto Istimewa, edited by klickberita.com

Belakangan ini kita sering mendengar teriakan-teriakan #sayaindonesia #nkrihargamati. Lantas netizen yang ogah ikutan begitu apakah tidak cinta Indonesia? Lahirnya kedua tagar tersebut juga karena kasus penistaan agama beberapa bulan lalu. Para pengunjuk rasa juga dilabeli tidak cinta Indonesia. Membela Islam tapi berujung tuduhan tidak NKRI? Cukup aneh memang.



Bangsa kita saat ini terpecah menjadi 2 golongan. Diakui atau tidak, tapi faktanya begitu. Bahkan secara tak langsung setiap orang harus memilih, berada di kubu mana. Tidak ada lagi istilah netral, apalagi malu-malu kucing dalam mendukung. Menjadi kawan atau lawan, hanya itu pilihan. Lawan dalam artian beda politik.


Setiap orang tentu mempunyai caranya masing-masing memajukan bangsa ini, ada yang terjun langsung di politik, ormas, relawan, dan lain sebagainya. Soal ormas beberapa bulan juga begitu santer jadi perbincangan. Ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) resmi dibubarkan, menurut pemerintah organisasi bernapaskan Islam tersebut bertentangan dengan Pancasila, yang mana Pancasila merupakan dasar negara Indonesia.
loading...



Soal membubarkan serikat-serikat Islam, pada zaman Soekarno juga pernah membubarkan Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) di tahun 1960. Pemerintah orde lama  menganggap Partai Masyumi bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Uniknya Soekarno dekat dengan partai PKI (Partai Komunis Indonesia), tak heran pada waktu itu partai berlambang palu-arit tersebut memiliki massa yang sangat banyak.


Di bawah kepemimpinan D.N Aidit PKI menjadi partai terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok. Dan kemudian partai yang identik dengan berwarna merah ini pun resmi dibubarkan setelah tragedi penculikan para jendral.


Jika PKI dibubarkan karena jelas sangat berbahaya bagi kedaulatan negara, meskipun sejarah yang selama ini diajarkan perlu diperdalami lagi. Namun yang pasti apapun alasannya pembunuhan adalah kejahatan luar biasa yang tidak bisa ditoleransi lagi.


Apakah Masyumi cukup berbahaya bagi kedaulatan negara pada masa itu? Melihat jejak rekamnya, partai yang pernah dibawah kepemimpinan Mohammad Natsir tersebut tidak pernah melakukan hal yang macam-macam, terlebih lagi tindakan ekstrem. Mengingat orang-orang di Partai Masyumi, nasionalisme dan Islamnya sangat kuat, bahkan Buya Hamka turut menguatkan partai berlambang bulan dan bintang itu.


Begitu juga dengan HTI, kira-kira sebesar apa bahayanya terhadap bangsa dan negara kita? Apa memang benar misi mereka ingin mengubah Pancasila dengan sistem khilafah. Para penentang sistem ini juga mencontohkan akan bahayanya jika sistem itu berlaku di Indonesia. Mereka juga mencontohkannya seperti di Negara Suriah, yang setiap hari perang, perang, dan perang.


Kita sepakat menolak peperangan, pembunuhan, dan pembantaian, apapun alasannya. Bangsa ini sudah lelah dan bosan atas kejahatan kemanusiaan melalui penjajahan. Cukup sudah sejarah yang mengajarkan ke kita semua. Meski begitu, membubarkan suatu ormas tanpa bukti-bukti yang kuat atas ancaman keberadaan mereka tentu pemerintah dianggap otoriter.



Sebenarnya memang ada muslim yang fundamentalis, sampai-sampai untuk hormat bendera merah-putih saja tidak mau di saat upacara bendera. Cara dia menghormati dan menghargai negara tidak harus hormat bendera seperti rakyat pada umumnya. Ya, itu sah-sah saja, karena menyangkut soal keimanan dan keyakinannya.


Yang mirisnya kan begini, mengaku NKRI harga mati, tapi ketika kebodohan dan kejahatan di depan mata diam, pura-pura buta dan tuli. Mengaku saya Indonesia banget, tapi ikut mendukung pembodohan massal terhadap bangsa ini. Kita bingung, sebenarnya siapa yang benar-benar nasionalisme sejati? Yang cuma bisa teriak-teriak itu, kah? Atau orang tidak mengumbar rasa nasionalismenya ke publik, tapi diam-diam mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta mendukung kemajuan negara?


Islam dan Indonesia tidak bisa dipisahkan, apalagi dibenturkan. Jangan karena membela Al-Quran, ulama, dan agama, lantas dilabeli anti NKRI. Bagi penganut Muslim yang taat, Islam adalah harga mati. Bahkan jargon hidupnya saja hidup mulia atau mati syahid. Lagi pula Indonesia merdeka tak lepas dari pekikan takbir, Allahu Akbar! Merdeka atau mati! Jadi lucu sekali jika ada Muslim yang membela nilai-nilai keIslaman  dianggap intoleransi, anti NKRI, radikal, dan lain sebagainya.


Pun kalau ada oknum yang merugikan pihak-pihak tertentu, berlebihan cara berpikir dan tindakannya, bukan berarti memukul rata semuanya. Kita harus jeli dan tegas bersikap. Demokrasi Indonesia tidak murni 100%, masih tanggung-tanggung, karena itu pula ada tuduhan pemimpin otoriter sejak zaman Soekarno, Soeharto, sampai Jokowi. [klickberita.com/Asmara Dewo] 

Baca juga artikel menarik lainnya:
Prabowo dan AHY, Capres dan Cawapres yang Merangkul Semua Golongan 
Bung Pram: Si Penipu Tetap Penipu 
Pendukung Militan yang Kesyetanan 

Posting Komentar untuk "Antara HTI, Masyumi, dan PKI (Serikat yang Dibubarkan)"