Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendukung Militan yang Kesyetanan

Jika Anda perhatikan setiap menjelang pemilihan pemimpin, entah itu pemilihan daerah ataupun pemilihan presiden, banyak pendukung yang kerasukan syetan. Mengerikan. Ucapannya tidak terkontrol, memaki-maki, menghujat sana-sini. Apalagi sang idolanya disinggung negatif, nama-nama binatang sampai makian yang terkotor pun terlontar.


Dan yang lebih parah lagi sampai tonjok-tonjokan. Seperti preman saja, saudara-saudara. Memalukan. Ini membuktikan bangsa kita belum dewasa menyikapi perbedaan politik. Kalau renungi lebih dalam lagi, sampai langit runtuh, tanah digulung, dan bumi digoncang dengan hebatnya, perbedaan itu akan selalu ada. Dan selamanya ada.


Ilustrasi marah di media sosial | Foto Bigstock

Isi kepala setiap manusia itu tidak sama. Meskipun satu darah sekalipun. Contoh nyatanya adalah putri-putri Soekarno, Megawati Soekarno Putri dan Rachmawati Soekarno Putri, mereka berbeda jalan di politik. Sindir menyindir pun kerap terjadi di antara mereka.


Cukup panas. Yang lebih mengejutkan lagi ketika Rachmawati dituduh salah satu makar negara kita. Sempat ditahan ditahan juga, lho. Wow… sekali, bukan?



Di mana sang kakak adalah Ketua Umum PDI Perjuangan, partai penguasa di pemerintahan. Bayangkan adik-kakak saja bisa tidak akur, apalagi para pendukungnya?


Namun yang jelas, di mana ada kepala, pastinya ada perbedaan. Pertanyaannya adalah bisakah kita menghargai segala perbedaan di sekitar kita? Jika tidak, kita belum bisa menjadi warga negara Indonesia yang utuh, di mana kita berpegang Bhineka Tunggal Ika.


Dalam Islam juga diajarkan jadilah seorang Muslim yang rahmatan lil alamin. Artinya apa? Di antaranya tentu menjadi pribadi yang perduli terhadap apa saja dan siapa saja.


Dalam keperdulian itu sendiri ada pula rasa menghargai, menyayangi, dan menjaga. Jika ini diteruskan akan sangat panjang sekali saudara-saudara. Yang ingin disampaikan adalah bisakah kita menghargai perbedaan politik orang lain? Dan bisakah tidak terpecah belah karena hanya urusan politik saja?


Melihat tahun-tahun terakhir, bangsa ini nyaris terkotak-kotak. Seolah-olah beda politik adalah lawan, dianggap musuh. Sampai-sampai yang bersahabat karib jadi renggang, tidak bertegur sapa karena junjungan yang diidolaknnya. Miris sekali.
loading...



Misalnya, nih, kalau Ahok menang di Pilkada DKI Jakarta waktu lalu, Anda dapat apa?
Begitu juga sebaliknya, Anies yang sudah menang, Anda dapat apa?


Kalau tidak dapat apa-apa, kenapa Anda harus menjadi ‘syetan’ yang mengerikan terhadap orang lain yang berseberangan politik? Lain cerita, jika Anda memang mendapatkan keuntungan jadi pendukung mereka. Wajar, sih, namanya juga dapat untung, ya, harus pasang badan.


Kita juga paham, seorang pemimpin memengaruhi sebuah daerah, kota, juga negara. Karena itu pula kita sama-sama mencari pemimpin terbaik dari yang terbaik saat ini. Dan ingat! Silahkan Anda dukung Jokowi, mungkin Prabowo, atau juga Agus Yudhoyono, tapi please, jangan jadi pendukung militan yang kesyetanan. Selain memalukan tokoh yang didukungnya, juga sangat buruk bagi diri sendiri.


Mungkin Anda marah dengan hebatnya di dunia maya karena sang idola dilecehkan, setiap hari begitu terus, marah-marah saja. Tahukah Anda di dunia maya itu bully, makian, fitnah, menjelek-jelekkan, berkata kasar, mengujar kebencian, sudah menjadi makanan sehari-hari.


Jika terbawa arus dalam hal tersebut, kasihan di kehidupan dunia nyata Anda. Karena Anda bisa jadi menjadi pemarah terhadap saudara, orangtua, adik, ataupun juga anak. Karena marah itu bisa menjalar, dan juga bibit dari kehancuran manusia.




Jadi sangat disayangkan jika karena masalah politik Anda menjadi manusia yang merugi. Rugi waktu, rugi uang, rugi putusnya silaturahmi, dan boleh jadi rugi karena dijebloskan ke jeruji besi gemar menghina.


Ini ada pertanyaan yang menggelitik, jika Anda seorang Muslim, yang setiap lima waktu sholat, menyebut asma Allah dalam sholat, mengagunggkan Allah di doa, dan senantiasa membaca Al-Qur’an, apa mungkin menghujat orang lain dengan kata-kata kotor? Pastinya tidak, kan? Karena sholat salah satu manfaatnya adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.


Pertanyaan selanjutnya adalah orang-orang yang mengaku Muslim yang taat, tapi ucapannya keji, itu kira-kira betul sholat tidak, sih?


Sama halnya dengan agama lain, seperti Kristen, Hindu, Budha, tidak pernah diajarkan untuk menghujat orang lain, apalagi agama lain. Jadi jelas, sebenarnya ini soal individunya saja yang mengaku bertakwa pada Tuhannya masing-masing, tapi pengamalannya nol besar. Malu sebenarnya.


Terkadang hidup ini kita memang jumpai manusia-manusia bertopeng seperti itu. Mengaku paling baik, tapi tidak tercermin pada ucapan dan tindakan. Mengaku paling nasionalis tapi akhlaknya sadis. Mengaku paling religius, padahal menyebarkan virus kebencian.


Siapa lagi yang perduli akan kacaunya negeri ini kalau bukan Anda, ya, kita semua. Kita tentu berharap setiap yang didukung akan menang, baik di Pilkada, ataupun di Pilpres. Tapi menanglah dengan satria dan elegan, yang dituntun dengan nilai-nilai keagamaan.


Biar saja orang lain menghujat segala macam, karena memang itulah isi kepalanya. Jangan ikuti permainan seperti itu, mereka yang harus dibawa ke permainan kita. [klickberita.com/Asmara Dewo]

Baca juga:
Merdeka Belanja di Padusi Hijab, Harga Mulai 17.500
Prabowo dan AHY, Capres dan Cawapres yang Merangkul Semua Golongan
7 Sosok Kontroversial, Di Mana Ada Haters di Situ Ada Fans

Posting Komentar untuk "Pendukung Militan yang Kesyetanan "