Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kalau Ekor Manusia Sudah Berbicara

Kebiasaan buruk berdampak pada ucapan, perbuatan, dan kebijakan. Begitu juga dengan profesi yang kita jalani sekarang, misalnya profesi kita mengandalkan otak, tentu apa yang diucapkan atau perbuatannya, terlebih dahulu disaring oleh akal sehatnya. Sungguh berbeda sekali dengan profesi seseorang yang tidak mengutamakan otaknya, misalnya saja lebih mengutamakan ekor (baca: pantat) dalam profesinya. Tentu ucapan dan perbuatannya mencermikan ekornya yang kotor. 

Orang yang mengandalkan otak ini pula dalam berprofesi tentulah sudah ditempah semasa ia kecil, sampai ia tumbuh menjadi remaja dan dewasa. Mulai dari pendidikan keluarga, pendidikan lingkungan, pendidikan formal, sampai pula non-pendidikan yang mendukungnya menjadi seseorang yang jauh lebih baik lagi. Nah, anak yang tidak diberikan pendidikan yang baik sejak kecil, remaja, atau juga dewasa biasanya ucapan dan tindakannya akan “liar”. 

Ilustrasi berbicara | Foto Istockfoto
Liar yang saya maksudkan adalah berbicara asal keluar, tanpa pernah dipikirnya, apakah baik atau buruk. Ucapan itu keluar begitu saja karena sudah terbiasa. Inilah yang saya maksud kalau ekor sudah diutamakan daripada kepala. Kalau otak di dengkul, mungkin masih bisa dimaklumi, tapi kalau otak sudah diekor atau di pantat, maka inilah manusia yang paling parah dalam hidup ini. Bukankah kita tahu ekor adalah bagian ujung organ pembuangan kotoran makhluk hidup. 

Dalam berdemokrasi di negara juga sebaiknya lebih mengutamakan kepala daripada ekor. Memang, sih, tampaknya lebih seru menggoyang-goyangkan ekor daripada kepala. Lihat saja burung-burung berekor indah, kerap menggoyangkan ekornya, bertanda ungkapan kesenangan. Nah, manusia yang mengutamakan ekor ini pula di negara demokrasi juga senang sekali berbicara atau berbuat hal-hal yang membuatnya senang, meskipun hal itu keluar dari otaknya yang ada di ekornya. 

Orang seperti ini pula demi membuat hatinya senang, dan orang-orang di sekitarnya senang, ia rela berbicara asal keluar dan menuduh orang lain tanpa bukti. Tidak perduli siapa yang dituduhnya, meskipun alim ulama, tokoh agama, pejuang agama, atau siapapun dia, baginya jika itu membuatnya senang, maka apapun akan diucapkannya. Dan betapa dungunya lagi adalah orang-orang yang tidak mengendepankan akal sehat ini kerap dijadikan tunggangan orang lain yang mengambil keuntungan darinya. 

Bukankah kita tahu sekali hanya orang-orang dungulah yang mudah dibodoh-bodohi oleh orang-orang cerdas yang nakal bin licik. Sebab orang yang waras dan cerdas, tentulah ia paham mana yang benar, dan mana yang salah. Mana yang membela agama, mana yang menista agama, mana yang membela negara, mana yang memecah belah bangsa. Sayangnya manusia yang terbiasa dengan pantat akan terbalik, sebab baginya ekor jauh lebih penting dari kepala. 

Karena orang-orang yang berprofesi mengandalkan ekor untuk mengais rezeki biasanya otaknya sudah tumpul. Jelas, ia lebih mengutamakan pantat daripada otak. Maka dipoleslah pantatnya agar menarik, digoyang-goyanglah pantatnya agar semakin mahal. Tidak perduli otak semakin tumpul, tidak perduli pula hati semakin gelap, yang penting pantat tetap oke. 

Bahaya sekali jika kita membiarkan manusia-manusia yang berbicara dari ekor, ini racun bagi generasi muda yang waras. Apalagi ia cukup populer, namanya terkenal dan digemari pula. Aduhai, betapa lebih dungunya lagi orang-orang yang mendambakan sosok yang mengandalkan pantat daripada otaknya. Tapi inilah negeri kita, siapa yang ada dibarisan terkuat, maka ucapan dan tindakannya akan selalu benar jika membahagiakan si tuan. Meskipun ucapan itu keluar dari pantat, bukan dari mulut. 

Seperti yang sudah sampaikan di awal, kebiasaan seseorang tercermin dari ucapan dan perbuatannya. Jika mulutnya tidak terbiasa menyebut nama Allah SWT, jika perbuatannya bukan lagi niatnya kepada Allah SWT, dan jika hidupnya sudah menuhankan dunia, maka hatinya pun buta. Sosok penista agama pun sudah “dipertuhankan”. Islam, agamanya sendiri pun diabaikan demi apa yang menurut “pantat”nya benar. 

Orang-orang yang beriman, jelas akan sakit hatinya jika agamanya dinistakan, ia akan marah pula jika kitab sucinya dilecehkan, akan siap pula membela sampai titik darah penghabisan jika Islam dihina oleh siapapun dan apapun. Bukan malah sebaliknya, Nduk! Pasang badan untuk si penista agama. [Asmara Dewo/Klickberita.com]

Info: Klickberita di-update setiap Sabtu pagi.

Baca juga:
Jangan Sampai Seruan Itu Berkumandang! 
Karir Artis di Ujung Cuitan 

1 komentar untuk "Kalau Ekor Manusia Sudah Berbicara"