Ahok di Wajah Jakarta yang di Ujung Tanduk
Wajah Indonesia yang semakin
semerawut, begitu jelek, yang tak hanya bisa dilihat dari rakyatnya sendiri,
namun penduduk dunia. Semerawut di sini penulis maksudkan bukan karena
rakyatnya yang tidak tertata dengan baik, mulai dari etika, sampai suatu warga yang
harus dirapikan dengan paksa oleh alat berat.
Ibu Kota Jakarta adalah
wajah utama negara ini, terkadang kota yang dibanggakan tersebut menjadi tolak
ukur sebuah pencapaian kesuksesan seorang pemimpin. Dengan alat kekuasaanya
pula pemimpin tersebut bernafsu sekali ingin mengubah wajah kota dengan cara
pemaksaan dan tidak berkeprimanusiaan.
Siapa saja tentu ingi
hidup lebih baik, siapa saja tentu ingin tinggal di rumah yang layak huni.
Namun pertanyaannya adalah apakah pemerintah bersedia memberikan fasilitas apa
yang diinginkan oleh warga yang jadi korban penggusuran?
Gubernur Petahana Jakarta Basuki Thajaja Purnama alias Ahok | Foto Flickr
Dengan entengnya
pemimpin bilang: “Sudah ada rumah susun, pindah saja di sana!”
Penulis katakan rumah
susun cukup baik, dan itu jika bisa menampung semua warga yang jadi korban
penggusuran. Lalu apakah di rumah susun yang baru itu gratis? Tentu saja tidak!
Ada biaya yang harus dibayar setiap bulannya. Dan memang, apa sih yang tidak
bayar di negeri ini, semua dibayar. Semua masuk ke kantong pemerintah.
Anggapan miring lagi
adalah... uang yang masuk ke pemerintah tak sampai pula untuk warganya. Ada
indikasi kecurangan di dalamnya. Bukankah sudah rahasia umum lagi banyak sekali
oknum di pemerintah yang suka korupsi? Koruptor adalah profesi pertama setelah
profesinya sebgai penjabat.
Mereka yang jadi korban
penggusuran terkadang bukan orang yang mampu, bahkan bisa dibilang tergolong
miskin. Kalau sudah berbicara kemiskinan, apa lagi yang bisa kita bicarakan
banyak?! Pakai uang apa orang miskin itu harus membayar uang sewa dan lain-lain
di rumah susun?
Jika pemerintah memberikan gratis dalam biaya apapun dirumah
susun tersebut, silahkan gusur semuar bangunaan liar yang tidak berizin di
Jakarta, maupun di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Tidak masalah, itu
malah bagus sekali.
Dan kenyataannya adalah
pemerintah memang sengaja tidak suka pada orang miskin, namun ingin sekali wajah
kotanya terlihat maju di mata dunia. Percuma wajah terlihat cantik, namun di
hati warga itu sendiri sakit. Sakit hati atas perlakuan pemerintah yang tidak
bijak dalam menata kelola wajah kota.
Untuk apa?! Kita bangga
dengan gedung-gedung tinggi yang bercokol di tanah sendiri, namun yang punya
warga asing? Apa yang bisa dibanggakan, rumah warga asli Indonesia
dluluhlantakkan kemudian diisi dengan bangunan orang luar?
Untuk apa itu
semua?! Itu bukanlah prestasi dari suatu pemerintah. Kalau boleh dikatakan itu semua
hanyalah kerakusan dan ketamakan dari pemimpinnya sendiri, yang akhirnya nanti
bisa menguntungkan bagi yang berperan di dalamnya.
Kalau kita mau bicara
masalah IMB (Izin Mendirikan Bangunan), kira-kira apa warga kecil saja yang
melanggarnya? Bukankah banyak sekali di daerah Ibu Kota Jakarta yang
terindikasi bangunan liar. Sayangnya, pemimpin jakarta itu tidak berani
menggusurnya.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak pernah menggusur atau
meluluhlantakkan bangunan liar orang-orang berduit. Apa berani si Ahok membumihanguskan
bangunan liar di Pulau G yang sudah diketahui secara umum, bahwa bangunan di
sana surat-surat izinya belum lengkap?
Nah, kalau belum
lengkap, itu berarti liar alias bangunan ilegal. Bisa dibongkar seperti bangunan
liar di Kalijodo, Rawajati, Kampung Pulo, Pasar Ikan, dan beberapa titik daerah
yang jadi korban pemberangusan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Namun Ahok menjawab
dengan enteng, jika dibandingkan dengan bangunan liar di reklamasi itu: “Kalau
dibongkar, investasi rusak,” kata Ahok, seperti yang dimuat dalam berita JPNN.
Ahok lebing
mementingkan investasi daripada warganya sendiri. Dari sikap tersebut bisa
dinilai gubernur petahana ini memang tak bisa adil dalam bertindak bangunan
liar di Kota Jakarta. Kalau lebih tragis lagi, bisa dibilang Ahok benci sama
warga kecil, rakyat kecil, namun sayang sekali dengan pengusaha yang bisa
menguntungkannya.
Mak tak heranlah
melihat warga DKI Jakarta ini sekarang mulai tak suka dengan Ahok, mungkin yang
dulunya membelanya, berubah haluan kembali menyerangnya. Apalagi Pilgub DKI
Jakarta 2017 sebentar lagi. Ahok sudah tidak bisa dibanggakan lagi sebagai
pemimpin Jakarta. Ia lebih suka bersekutu dengan pengusaha dibandingkan dengan
warganya sendiri.
Ada juga isu yang
menyebutkan Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta takut menghadapi warganya sendiri.
Lucu tidak seorang pemimpin takut oleh warganya sendiri? Beberapa bulan yang
lalu Ahok pernah dikejar warga dan sempat ditimpuk batu. Itulah kenapa Ahok ini
menolak cuti kampanye.
Ya, kita tahu sendirilah kalau namanya kampanye, kan
harus menghadapi ribuan warga? Na, Ahok sepertinya tidak berani meghadapi
warganya sendiri. Ia trauma, takut ditimpuk batu lagi.
Dan sekarang kita juga
tahu, dengan ngotot Ahok menggugat Undang-undang soal cuti kampanye, yang
kemudian dianggap pemerintah Ahok adalah pejabat yang tidak etis dan melanggar
sumpah janji sebagai gubernur. Hal tersebut dinyatakan oleh Widodo Sigit
Pujianto selaku perwakilan pemerintah yang membuat Undang-undang.
“Maka sangat tidak etis
apabila pada saat menjabat sebagai kepala daerah (Red:Gubernur DKI Jakarta
Ahok) justru melakukan upaya permohonan pengujian undang-undang di Mahkamah
Konstitusi demi kepentingan mempertahankan kekuasaannya tanpa ada upaya
koordinasi dengan pemerintah pusat,” kata Widodo dalam sidang lanjutan gugatan
soal cuti kampanye Ahok di Mahkamah Konstitusi.
Dalam perhitungan
penulis Ahok saat ini benar-benar di ujung tanduk. Karir politiknya sudah tak
bersinar lagi, seperti sebelum ia masih bergandengan dengan Joko Widodo, saat
menjabat menjadi Wakil Gubernur DKI. Sekarang siapa lagi yang membela Ahok? Hampir
tidak ada! Bahkan tiga parpol (Hanura, Golkar, Nasdem) yang mengusungnya maju
lewat jalur Parpol (Partai Politik) di dalamnya ada yang pro dan kontra, jadi
tidak sepenuhnya.
Lalu bagaimana dengan
relawan Ahok yang dikenal dengan Teman Ahok? Teman Ahok pun sekarang sudah
tidak seperti dulu, tidak antusias lagi memperjuangkan untuk mengantarkan Ahok
ke kursi Gubernur DKI Jakarta. Mereka tertelan kekecewaan setelah Ahok
bermanuver politik, ia menghianati Teman Ahok (para relawan) yang sudah
bersusah payah mengumpulakn 1 juta KTP dan kampanye-kampanyenya?
Upsss... ada yang
hampir ketinggalan, yaitu Cyber Army Ahok. Cyber Army Ahok ini cukup keras
dalam memengaruhi pembaca online. Mereka ini adalah orang-orang bayaran yang
suka nongkrong di beberapa media besar, jadi tugas mereka adalah berkomentar
untuk kepentingan Ahok, menjaga nama baik Ahok, dan membela habis-habisan untuk
Ahok.
Dan tak jarang pula, pasukan dunia maya Ahok ini suka berkata kasar dan
bermulut kotor seperti pimpinannya, yakni Ahok. Dan kenyataannya adalah seberapa
hebat pun mereka, pelan-pelan skandal Ahok mencuat juga ke permukaan. Kebusukan
Ahok sudah tercium ke seantro Indonesia.
Namun begitu, bukan
namanya Ahok jika hanya menunggu bola, ia adalah tipikal orang yang mengejar
bola. Ahok sangat sadar, orang-orang yang dulu membelanya sudah mulai
menentangnya, dan kepercayaan warga Jakarta sudah punah untuknya. Maka dari
itu, secara tak langsung ia mengemis-ngemis memohon kepada Ketua Umum Megawati agar
diusung menjadi calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Akhir kata... karir
politik Ahok ada di tangan Megawati, jika PDIP mendukung Ahok di Pilkada DKI
nanti, karir politik Ahok mungkin bisa bersinar. Itu pun kalau menang, kalau
kalah, tamat riwayat Ahok di panggung sejarah perpolitikan Indonesia.
Parta mana lagi yang
mau menerimanya? Setelah Ahok dikenal suka lompat ke partai satu ke partai
lain. Dan rakus kekuasaan yang tidak menuntaskan masa jabatannya sebelum di
Pemprov Jakarta. [Klickberita.com/Asmara
Dewo]
Posting Komentar untuk "Ahok di Wajah Jakarta yang di Ujung Tanduk"