Siapa Cowok Tanpa Rambut + Berbadan Gempal Itu?
Klickberita.com-Menjelang
terbenam matahari tadi, pesan masuk di Whatsapp mengusikku. Dan beberapa menit
kemudian, nggak sempat kubaca sudah dihapus. Aku benar-benar penasaran, apa isi
pesan itu, kenapa harus dihapus.
“Kenapa?” kusapa dia
duluan. Kemudian aku WA lagi, “Agak gemukan, ya?”. Memang terlihat dia agak tembem,
lebih bagus tentunya daripada yang sebelumnya. Tampak lebih sukses. Mengingat kalau
orang Medan merantau ke kota orang, sudah gendut, pastilah dibilang sudah
sukses. Padahal belum tentu.
Ilustrasi foto by Istockfoto |
Aku juga pernah gemuk
dan kurus di Yogyakarta, soal ekonomi, ya, datar. Datarrr.
“Bang, mau tanya, ada
loker nggak di sana? Buat abangku.”
Aihhh… soal lowongan
kerjaan di Yogyakarta aku nggak pernar tahu. Lagipula aku nggak kerja di Kota
Pendidikan ini. Toh, Yogyakarta upahnya sangat rendah, jadi harus pikir 1.000
kali kalau mau merantau cari kerja di sini.
Lain cerita kalau mau
menimba ilmu pengetahuan, Yogyakarta memang tempatnya. Banyak sekali
orang-orang hebat dilahirkan dari Kota Gudeg ini. Apalagi biaya kehidupan
murah, anak-anak kaum proletar masih bisalah bernapas, apalagi dari keluarga
borjuis.
Ahaaa… daripada sama
sekali mengecilkan hatinya, aku kirimlah broadcast
loker freelanch kerja di salah satu
hotel di Yogyakarta. Meskipun tanggal yang dibutuhkan 12-13 Juli 2018 lalu,
dengan honor Rp 65.000. Kecil, sih. Tapi mau bagaimana, ini Yogyakarta, bukan
Jakarta, apalagi Kerawang, dengan gaji yang lumayan tinggi.
Ya, walaupun dia nggak
tertarik, paling tidak ada usaha dari pemuda yang pernah… (maaf nggak
dilanjutkan). Siapa tahu sewaktu-waktu dibutuhkan lagi dari pihak hotel, ya,
kan?
“Ooo… yang lain ada
nggak, Bang?” tanya dia lagi.
“Abang nggak tau lagi,”
jawabku singkat. Mataku melirik foto profil WA-nya.
“Siapa foto di PP itu?”
penasaran sekali, siapa cowok tanpa rambut plus berbadan gempal bersamanya.
“Pcr,” dengan emotion
senyum.
Brrr.. huahhhh….oh…
tidakkk! Ingat masa lalu. Cocok sekali dengar lagi Ariel Noah, dan terjadi lagi… kisah cinta terulang
kembali. Ingin rasanya aku guncang kamar ini kuat-kuat. Seketika saja bumi
seperti hening. Hati bercampur aduk. Marah, kesal, cemburu, dan bahagia.
Di posisi cemburu yang
begitu sangat-sangat, terselip bahagia. Nggak salah, ya, bahagia. Salah satu
impianku adalah melihatnya tersenyum. Bahagia dunia, juga akhirat. Bukan sok
reliji. Tapi memang serius seperti itu. Aku tahu kehidupan pahit yang ia
rasakan, dan itu juga bergetar di hatiku. Meskipun saat ini kami jarang
mengobrol dari pesan.
Dengan terpaksa dan
rada-rada nggak ikhlas aku sambung lagi, “Oh”, lalu, “Nikah aja langsung. Kalau
emang serius.”
Obrolan berhenti sampai
di situ. Dia tidak membalas. Aku juga nggak mau memancing obrolan lagi. Dan mencoba
melupakan beberapa menit kejadian foto yang nggak mengenakkan itu. Aku coba
pura-pura insomnia.
Sialan! Semakin dilupakan,
semakin teringat. Ingat dia, dan cowok tanpa rambut + berbadan gempal tersebut.
Siapa sebenarnya cowok yang berfoto sama dia? Sedikit banyaknya aku tahu hati
terdalam si dia. Apakah ini drama, ala-ala korea, atau apa? Kalau betulan, ya, sakit
juga, sih.
Dulu, sewaktu aku di
Medan, persis kejadiannya sama. Gara-gara ini pula, aku nggak selera makan,
nggak masuk kerja, mengurung diri di dalam kamar kos. Parahnya, aku mulai
mengisap rokok lagi. Padahal aku sempat berhenti, nggak mau merokok, apapun
alasannya. Tapi gara-gara hati, aku jadi merokok lagi.
Kawan-kawan di kos juga
mencoba menggodai aku biar aku kembali ceria. Bergurau, mengajak aku
jalan-jalan, dan lain sebagailnya. Tapi tetap juga, nggak mempan. Hatiku tetap
saja keukeh, membatu. Karena ini
persoalan hati, langit dan bumi beserta isinya juga tak akan mampu ditukar
kalau persoalan hati. Serius!
Sejak saat itu aku
nggak berkomunikasi lagi sama dia. Barulah beberapa bulan kemudian aku tegur
duluan dia dari pesan, juga memohon maaf atas kebodohan perilaku dan hati yang
buta.
Tahu nggak kenapa aku
bisa kembali merajut silaturahmi itu? Karena aku membaca novel Tereliye yang
judulnya Sunset Bersama Rosie, atas perintah Gadis Padang.
Nah, Gadis Padang ini
aku kenal di Fanpages Tereliye. Hahahaha, aneh sekali kalau ingat aku bisa
kenalan sama dia. Sekarang si GP ini kuliah majister Ilmu Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada. Bersama dia juga, kami membangun bisnis Travela Hijab.
Setiap hari Minggu kami
juga jualan di Sunmor UGM. Sedangkan online-nya
setiap waktu, 24 jam nonstop, hmm. Memang, sih, beberapa bulan belakangan ini
tidak begitu gencar jualan online,
ini disebabkan karena kesibukan kami.
Selain kuliah, GP juga
perawat gigi di salah satu klinik di Yogyakarta. Aku sering ejekin dia, “Masa
kuliah S2, gajinya cuma segitu. Wkwkwkwk..”. Nggak aku sebutin nominalnya,
karena betul-betul rendah. Jauh sekali kalau dibandingkan sama keuntungan kami
setiap jualan di Sunmor. Bagai bumi dan langit. Bagai priyayi dan buruh tani.
Jauh… jauh sekali perbandingannya.
Ohhh… kita sudah
terlalu jauh bercerita. Aku kembalikalan lagi ke titik nol. Kalian tahu kenapa
aku bisa menulis? Bahkan aku bisa mengajak teman-temanku menjadi penulis pula,
itu karena dia. Ya, dia. Dia adalah bintang inspirasiku menulis.
Liana, seorang teman
bloggerku memberikan petuah yang begitu menakjubkan, “Bang, kalau mau mau jadi
penulis, carilah bintang inspirasi abang”. Awalnya aku bingung apa maksud dari
bintang inspirasi itu. Apa hubungannya menulis dengan bintang inspirasi?
Kira-kira begini dia jelaskan,
“Bintang inspirasi itu sosok yang paling abang cintai, kagumi. Contohnya bisa
seperti orangtua, sahabat, dan lain sebagainya yang bisa dijadikan bahan
tulisan. Dan nggak hanya orang, hewan, benda pun bisa. Bahkan Tuhan sekalipun”.
Liana juga terinspirasi
dari penulis Perahu Kertas, Dewi Lestari (Dee).
Sejak itulah aku
menemukan bintang inspirasi menulis, yaitu dia. Mulai menulis puisi galau, cerpen,
curhatan hati yang meringis, dan coretan-coretan yang sebenarnya malu untuk
dibocorkan. Ternyata, kawan-kawan, sakit hati itu bisa mengubah hidup kita. Menjadikan
kita sosok yang kuat, meskipun di dalam itu rapuh. Rapuh sekali malah. Tapi karena
menjabat gelar menjadi penulis, jadinya gengsi. Ya, sudah, sok-sok tegar dan
hebat saja.
Air mata tak perlu
diteteskan di hadapan manusia. Tahan air mata itu di antara manusia-manusia. Cukup
banjir di dalam hati saja. Toh, kalau tak terbendung juga, menatap langit,
hutan, gunung, lautan, itu jauh lebih mulia derajatnya. Sebab air mata
menunjukkan kelemahan anak manusia. Dan kita tidak boleh seperti itu.
2014 telah berlalu,
sekarang episode 2018. Aku tetap saja menulis. Penulis adalah impianku sejak
dulu. Tak perduli aku bisa makan atau tidak dari sebuah karya. Buktinya sampai
sekarang aku masih hidup, masih bisa menyaksikan dan menikmati keindahan yang
diberi oleh Maha Hidup. Itu artinya penulis masih bisa eksis, meskipun suatu
negara sudah kritis. Pantesan ada tagar #2019GantiPresiden.
Harus diakui pula,
sebenarnya keuangan aku, ya, dari bisnis hijab yang dibangun bersama GP. Dari hasil
menulis itu sangat kecil. Sedih kalau mau dicurhatkan di sini, berapa
sebenarnya pendapatan dari penulis di website itu. Walaupun sebuah tulisan bisa
viral yang dibantu Viva.co.id
sekalipun.
Oh, iya, tulisanku
banyak dibaca oleh netizen itu salah satunya dari Viva, sejak sekitar 2 tahun lalu
mengirim tulisan di Log.Viva. Yang tak kalah pentingnya lagi sepanjang aku
berkarya, awal mula dikenal netizen dari Islampos. Dua situs ini punya sejarah
tersendiri di perjalanan dalam berkarya.
Soal idealisme, soal
advokasi rakyat atau umat, penulis memang paling bisa diandalkan. Kaum ini tak
akan mau berkhianat, sekali ia menuliskan komitmen dalam sejarah karyanya, itu
akan selalu sama sampai langit runtuh. Tidak ada kemunafikan di dalamnya.
Tapi kalau soal materi,
oemge, sedih sekali saudara-saudara.
Mungkin karena soal materi, jodoh pun susah dicari. Huhahaha. Bisa iya, bisa
juga nggak, sih. Kecuali penulis novel seperti Kang Abik, Asma Nadia, Andrea
Hirata, Tereliye, Dee. Mereka novelis super tajir.
“Nah, kenapa nggak coba
saja menulis novel?” Itu pasti yang ingin kalian tanyakan. Sulit sekali
menjawabnya, bukannya tidak mampu. Aku cuma menunggu waktu yang pas. Episode
cinta ini belum berakhir, jadi aku rencananya buat novel yang nggak jauh-jauh
dari cerita sendiri.
Selain penggarapannya gampang, juga ceritanya bisa
diterima secara logika. Aku nggak mau menulis novel yang kisah cintanya nggak
masuk di akal. Apalagi aneh, dan cinta yang membosankan. Mirip-mirip drakor,
uhhh.
Betewe,
panjang sekali ceritanya, seperti ular kadut. Kok, bisa sampai di sini? Padahal
kita bicarakan cowok tanpa rambut + berbadan gempal itu. Sampai detik ini aku
masih penasaran siapa sebenarnya cowok itu? Masih 50:50 kalau itu pacarnya. Aku
sudah buntu, si Bi (kucingku), sayangnya sudah tidur di balik kasur.
Aku nggak mau ganggu si
bi, kasihan dia. Soalnya kemarin malam aku masukkan dia di kandangnya, karena
kalau nggak, dia bakal ganggu aku setrika hijab yang akan aku jual di Sunmor
hari Minggu nanti.
Penulis:
Asmara Dewo, "ayah dari gadis kecil Bi"
Posting Komentar untuk "Siapa Cowok Tanpa Rambut + Berbadan Gempal Itu?"