Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apakah Jogja Gelut Day Bisa Jadi Solusi atas Maraknya Klitih?





Ilustrasi senjata pelaku klitih
Ilustrasi senjata pelaku klitih | Foto sourch Tribun Jogja

Klickberita.com-Fenomena klitih atau biasa disebut kejahatan jalanan membuat warga Yogyakarta resah, hal itu tentu saja menjadi sorotan Gubernur. Selaku Pimpinan tertinggi di DIY, Sultan khawatir kejahatan jalanan ini berdampak pada daerahnya. Mengingat Yogyakarta perekonomiannya dipangku oleh sektor wisata dan pendidikan.

Sultan mengomentari kasus korban klitih yang terjadi di Gedong Kuning bulan lalu agar pelakunya dihukum dengan tegas, meskipun pelakunya masih anak-anak. “Iya, diproses hukum meski pelaku anak-anak. Anak ini (melakukan tindak) pidana (karena korban) sampai meninggal,” kata Sultan HB X sebagaimana dikutip Tribunnews 4 April 2022 lalu.

Secara tidak langsung Sultan menginginkan fenomena klitih yang mengerikan ini cepat berakhir. Polda DIY pun kalang kabut menyiasati kasus yang semakin membesar ini, terlebih lagi korban yang meninggal merupakan anak dari anggota DPRD Kebumen. Untuk diketahui pada laporan Tempo sejak 2016 sampai 2021, sebanyak enam orang meninggal akibat klitih.

Sebenarnya sejak enam bulan lalu, sudah banyak kendaraan polisi yang berpatroli keliling pada waktu-waktu rawan di kota. Namun, tetap saja petugas kecolongan oleh pelaku klitih. Terbukti kejahatan jalanan terus memakan korban.

Pelaku klitih yang menyasar siapa saja tidak pandang bulu ini pun ternyata menjadi pembahasan serius oleh aktivis mahasiswa di Yogyakarta. Hal itu terlihat pada kegelisahan mereka. Karena aktivis mahasiswa itu sepertinya takut pulang malam setelah pulang dari kerja-kerja organisasinya.

Bagaimana dengan sektor wisata? Memang sejauh ini belum begitu berdampak secara serius pada sektor wisata, namun bukan berarti diabaikan. Alih-alih mau menikmati keindahan Kota Yogyakarta saat malam hari, yang ada wisatawan malah diklitih. Nah, kalau satu wisatawan jadi korban klitih dan itu viral di kalangan traveler, bisa-bisa untuk sementara Yogyakarta di-skip dulu dari lits travelling.

Mengutip Tirto, Wakapolda DIY Brigjen Pol R. Slamet Santoso  menuturkan kasus klitih  selama 2021 tercatat sebanyak 58 kasus dengan jumlah pelaku mencapai 102 orang (80 orang pelakunya berstatus pelajar). Jumlah kasus tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebanyak 52 kasus.

PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia) Yogyakarta setidaknya sejak September 2021 sampai sekarang sudah menangani empat perkara kasus klitih. Mulai jadi korban amuk massa karena dituduh klitih, dan penangkapan yang dituduh klitih oleh Polisi. Tawaran PBHI Yogyakarta menangani kasus fenomena klitih ini, Kadiv Non Litigasi PBHI Yogyakarta Restu Saktya mencoba mendorong Pemerintah Daerah Yogyakarta membuat Perda Khusus membahas tentang kejahatan klitih. Sebagaimana hal itu diterangkan Restu saat diwawancarai Tempo 8 April 2022 lalu.

Sebenarnya kejahatan jalanan ini terkadang bermula dari hal yang remeh temeh, misalnya saling menggeber saat mengendarai motor, atau juga saling menatap sinis. Pelakunya memang pada usia remaja, yang memang “darahnya sedang panas-panasnya”. Aneh juga hanya masalah sepele seperti itu bisa mengakibatkan nyawa melayang. Kejahatan jalanan ini tidak merampas barang korban, jadi hanya ingin menyakiti saja. Lain halnya dengan begal di luar Yogyakarta, yang merampas harta milik korban. Jadi kasus fenomena klitih ini benar-benar unik.

Penyebab Klitih di Yogyakarta?

Kombes. Pol. H. Ade Ary Syam Indradi, S.H., M.H menguraikan penyebab klitih:

1. Faktor internal, salah dalam mengekspresikan diri atas permasalahan pribadi.

2. Faktor lingkungan, pergaulan yang salah, erat dengan kekerasan, obat-obatan, dan Miras.

3. Faktor sekolah, kurangnya kualitas sekolah dan putus sekolah.

4. Faktor keluarga, kurangnya perhatian dari orangtua, pelaku klitih didominasi dari keluarga broken home, dan lain-lain.

Hal itu disampaikan Ade saat Webinar yang diselanggaran UGM, seperti yang dikutip dari Kompas.

Ada pula Sosiolog UGM Wahyu Kustiningtyas yang menjelaskan kepada Tirto, “Saat ini ruang bagi anak muda untuk mengekspresikan dirinya sangat terbatas, bagaimana minta pada anak muda melakukan hal positif kalau nggak ada fasilitas yang mendukung.”

Wahyu menambahkan, “Klitih nggak selesai-selesai karena ada regenerasi, kalau kita bilang klitih sebagai kenakalan, ada unsur eksistensi. Anak muda yang sedang eksistensi cari jati diri. Kalau ditangkap bisa jadi nggak ada penyesalan, semakin ditangkap semakin menunjukkan power-nya ke grupnya.

Bang haji Rhoma Irama sebenarnya sudah mengingatkan kita melalui melalui lagunya:

Darah muda darahnya para remaja

Yang selalu merasa gagah

Tak pernah mau mengalah

Masa muda masa yang berapi-api

Yang maunya menang sendiri

Walau salah tak perduli

Darah muda…

Tak heran, berdasarkan data dan fakta pelaku klitih di Yogyakarta semakin menjadi-jadi. Ternyata hukum tidak serta merta membuat efek jera, meski ada kolaborasi lebih banyak dalam fenomena klitih. Peran keluarga tentu saja paling penting untuk mengawasi dan mengarahkan anak pada hobi yang positif. Misalnya memasukkan anak ke jodo bela diri untuk menyalurkan hobinya bertarung. Selain itu mengarahkan anak pada lingkungan yang positif dan profesional.

Ilustrasi Petarung
Ilustrasi Petarung | Foto Unsplash/Attentie Attentie

Fenomena klitih ini pun ternyata membuat resah Erix Soekamti, dia menginisiasi Jogja Gelud Day atas kejahatan jalanan. Dia berharap dengan adanya Jogja Gelud Day bisa menampung kaum muda yang hobi dengan kekerasan menjadi atlet profesional. “Ini lebih soal mengapresiasi, di Jogja Gelud Day mereka bisa mengaktualisasikan diri secara positif. Semua masyarakat bisa berkontribusi dengan apa yang bisa mereka lakukan untuk meredam kejahatan klitih dan sejenisnya,” kata Erix seperti dikutip dari Tribun 8 April 2022 lalu.

Adanya tempat bertarung seperti Jogja Gelut Day memang meski diapresiasi oleh setiap kalangan, terlebih lagi bagi yang resah terhadap kejahatan jalanan. Jadi kita bersama bisa melihat Bang Jago saling baku pukul di oktagon. Kan seru satu lawan satu, tidak keroyokan, apalagi pakai senjata tajam. Di sini kaum muda bisa menunjukkan eksistensinya, jika memang jago dibuktikan di oktagon atau di ring, bukan di jalanan, yang membuat orang lain sampai meregang nyawa.

Sebagai pengingat, sebelum fight nanti tentunya harus latihan terlebih dahulu. Karena tentu saja pada Gelut Day Jogja itu banyak petarung MMA mulai amatiran sampai profesional turun. Kalau tidak menyiapkan diri secara matang, siap-siap saja “dirujak” oleh fighter yang sudah berpengalaman di oktagon. Nah, di Yogyakarta sendiri banyak jodo, kalian bisa pilih atau cari pelatih yang cocok dengan kalian.

Saya sendiri memang hobi bertarung sejak kecil, mulai dari satu lawan satu sampai keroyokan, kebetulan beberapa bulan lalu saya sudah ikut latihan di HAN Academy Jogja Coach Hendro. Tujuan untuk latihan sebenarnya bukan ingin jadi atlet, tapi untuk antisipasi kejahatan saja. Tapi tidak menutup kemungkinan juga untuk turun bertanding jika memang sudah matang dan sesuai arahan pelatih.

Penulis: Asmara Dewo

Sumber: www.asmarainjogja.id

Baca juga: 

Mengalami Kekerasan Seksual, 7 Hal Ini yang Harus Diperhatikan

Posting Komentar untuk "Apakah Jogja Gelut Day Bisa Jadi Solusi atas Maraknya Klitih?"