Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemana Mahasiswa saat Terjadi Bencana Alam? Karena Kampus untuk Rakyat

Klickberita.com – Pendidikan di negeri kita Indonesia, tidak begitu ‘seksi’ untuk dibahas dari berbagai kalangan. Orang-orang yang benar-benar fokus pada pendidikan masih terbilang sedikit. Padahal sudah diketahui bersama, pendidikanlah yang bisa mengubah sebuah peradaban. Artinya adalah jika suatu bangsa ingin maju dan berkembang, serta ingin memimpin dunia, maka pendidikan harus diutamakan dibangdingkan apapun. Itu jika benar-benar ingin membawa Indonesia dari keterpurukan berbagai bidang.


Kita bisa menyaksikan negara-negara besar di dunia, seperti Amerika Serikat, Inggris, China, Jepang, dan lain-lain. Negara-negara hebat tersebut sangat perduli pada pendidikan. Bahkan di negara Kuba bisa menggratiskan pendidikan untuk rakyatnya. Pertanyaannya adalah jika Kuba bisa memberikan pendidikan gratis pada rakyatnya, kenapa Indonesia tidak bisa?

Baksos mahasiswa UWM Yogyakarta saat terjadi longsor, di Magelang, Jawa Tengah | Foto dok. keluarga korban bencana


Sebagai catatan, pendidikan adalah investasi negara jangka panjang. Perubahan negara tentunya tidak bisa langsung terlihat. Karena pendidikan itu sendiri harus bisa merata dahulu pada setiap warga negara Indonesia. Ketidakmerataan pendidikan itu juga menyebabkan kepincangan sebuah bangsa. Sebagai contoh real zaman now, internet yang seharusnya mencerdaskan manusia, namun ketika dipegang oleh individu berpendidikan minim, malah menjadi bumerang baginya. Otaknya bisa dijejali berbagai konten negatif.

Sialnya lagi, orang-orang yang mengenyam pendidikan tinggi pun bisa menjadi korbannya. Boleh jadi tipe oknum yang seperti ini, pendidikannya tidak sampai. Hanya sebuah identitas untuk eksistensinya, yang sama sekali tidak bermanfaat bagi orang lain, dan juga dirinya. Bisa dikatakan bahwa teknologi maha canggih apapun yang mampir di negeri ini tidak akan bisa terlaksana dengan baik, jika sumber daya manusianya ber-IQ rendah.


Pemerintah Indonesia kita sendiri tidak serius dalam menangani pendidikan. Masih banyak saudara-saudara kita di pelosok sana yang tidak maksimal atas pendidikannya. Apalagi bicara soal kampus, yang membuat ngeri keluarga miskin. Karena keluarga itu tahu untuk kuliahkan anaknya harus meyediakan biaya puluhan juta rupiah. Hanya orang-orang kayalah yang bisa kuliah. Sebab kita tahu sama tahu biaya kuliah itu super mahal. Di Yogyakarta misalnya, universitas swasta uang masuknya bisa sampi 15 jutaan, bahkan ada yang 20 juta, tergantung fakultas dan akreditasinya.


Apakah tidak ada kampus yang murah di Yogyakarta? Ada, tentu saja ada, seperti Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, yang didirikan Sultan Hamengku Buwono IX bersama putranya (sekarang Hamengku Buwono X), yang juga sekaligus Gubernur D.I. Yogyakarta. Hanya saja kualitas pendidikan di sana belum maksimal, meskipun akreditasi yang disandang kampus berbudaya itu adalah B. Semoga saja dengan pemimpin yang baru, Ketua Yayasan Mahfud MD, dan rektornya Edy Suady Hamid, bisa menjadikan UWM sebagai kampus swasta terbaik di Kota Pendidikan ini.


Jika Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan Tahta untuk Rakyat, maka wasiat pendidikannya juga Kampus untuk rakyat, ini cukup jelas. Dalam konteks perpolitikannya, ia menjabat sebagai sultan yang juga gubernur, semata-mata hanya untuk kepentingan rakyat. Dan ketika ada dilema dalam kekuasaannya, maka rakyatlah yang diutamakan, bukan kepentingan yang lain. Cukup banyak catatan sejarah, nasionalisme sultan tidak diragukan lagi.





Sebab itu pula UWM Yogyakarta harus bisa mengaplikasikan amanah beliau. Satu contoh kegiatan Bakti Sosial (baksos) yang dilakukan beberapa minggu yang lalu di Dlingo. Dari keterangan peserta yang ikut mengatakan, kegiatan itu bukan baksos yang seutuhnya. Karena kegiatannya hanya bentuk seremonial belaka, penerapannya tidak sesuai konteks. Sedangkan dua hari belakangan, bencana alam melanda Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah lainnya. Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada baksos yang dilakukan kampus UWM. Ya, kalau menggalang dana tentu ada yang diwakili dari BEM Universitas dan BEM Fakultas.


Namun yang namanya baksos itu tentunya adalah perwujudan kerja nyata di tengah-tengah masyarakat dalam melakukan kerja gotong royong. Kabar baiknya, sekelompok mahasiswa dari semester I fakultas hukum, dan mahasiswa lainnya berinisiatif untuk melakukan baksos nyata di daerah Salaman, Magelang, Jawa Tengah. Mereka turun langsung membantu rumah korban bersama warga sekitar dari bencana longsor. Selain donasi, tentunya tenaga juga sangat dibutuhkan. Apalagi yang menjadi korban rumah itu adalah teman sekelas mereka sendiri. Kegiatan seperti inilah pencerminan dari pikiran Sultan Hamengku Buwono, tahta untuk rakyat = kampus untuk rakyat. Seorang mahasiswa harus hadir dan membantu langsung ketika warga mengalami kesusahan.

Wujud pengabdian mahasiswa UWM Yogyakarta saat terjadi longsor, di Magelang, Jawa Tengah | Foto dok. keluarga korban bencana



Jadi keliru sekali jika ada yang mengatakan urus kuliah dulu, baru mengurusi masyarakat. Jika ada mahasiswa atau oknum pendidik yang berpikiran demikian, ia tak layak menyandang gelar pendidikan. Percuma berharap pada oknum yang berpikiran seperti itu, karena ia terserang virus egoisme, dan tidak mau susah.


Orang-orang yang tidak mau susah ini biasanya bekerja kalau hanya ada perintah dari atasan. Selain itu bekerja kalau ada kepentingan, tapi tidak akan pernah ada inisiatifnya, meskipun banyak korban yang menderita di tengah-tengah masyarakat. Sesekali perhatikanlah tipe okum bermental demikian, ia hanya butuh nama, banyak bicara yang hebat-hebat, tapi malas bekerja.



Harapan kita adalah negara harus bisa meningkatkan mutu pendidikan, pendidikan murah, dan impian yang mendalam bisa menyelenggarakan pendidikan gratis seperti di Kuba. Agar bangsa ini terus melahirkan generasi muda yang cerdas, nasionalisme, dan membantu langsung masyarakat. Dengan begitu ia akan merasakan betapa sulitnya jadi warga kecil, sekelompok masyarakat yang terabaikan dari pemerintahnya sendiri. Maka satu-satunya cara adalah mengusung gerakan kampus untuk rakyat. Penulis: Asmara Dewo, bersua di dunia maya melalui akun IG @asmaradewo

Posting Komentar untuk "Kemana Mahasiswa saat Terjadi Bencana Alam? Karena Kampus untuk Rakyat"